Rakyat dalam sistem demokrasi diwakili
oleh para wakilnya (para anggota legislatif). Setiap warga negara memilih rabb (tuhan buatan) dari kelompok arbaab (partai politik) yang beragam asal usul dan akidahnya untuk kemudian
para pengambil kewenangan Allah SWT tersebut menetapkan hukum dan
perundang-undangan sesuai dengan selera, keinginan, dan hawa nafsu mereka.
Di antara penganut demokrasi ada yang memilih
dan mengangkat sembahan dan pembuat hukumnya sesuai dengan asas dan ideologi,
baik itu rabb (tuhan) dari partai
fulan, atau tuhan dari partai itu. Dan di antara mereka ada yang memilih
tuhannya sesuai dengan ras dan kesukuan, sehingga ada tuhan dari kabilah ini
dan ada tuhan berhala dari kabilah itu.
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan
yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu bagi mereka adzab yang sangat pedih “. (QS. Asy-Syuura: 21)
Para wakil rakyat itu seperti autsaan (berhala-berhala) yang dipajang
dan patung-patung yang disembah, serta tuhan-tuhan jadi-jadian yang diangkat di
tempat-tempat ibadah mereka dan sarang-sarang paganisme mereka (legislatif),
mereka dan para pengikutnya seperti beragama demokrasi dan patuh kepada hukum buatan
manusia. Kepada konstitusi dan UUD mereka merujuk hukum dan sesuai dengan
materi dan point-point UUD pula mereka membuat hukum dan perundang-undangan.
Itulah hakikat demokrasi dan ajarannya. Syari’at
banyak tuhan yang selalu saling berseberangan, berbeda pendapat, berdebat, dan
berbantah-bantahan... bukan syari’at Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang
Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah, kecuali
hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah
tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu”. (QS. Yusuf:39-40)
“Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap
apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)”. (QS.
An-Naml: 63)
Kita yang mengaku beragama Islam
seharusnya memilih agama Allah, ideologi Islam, syari’at-Nya yang suci,
cahaya-Nya yang menerangi, serta jalan-Nya yang lurus. Tinggalkan sistem kafir
yang dianut nenek moyang kita dan orang-orang musyrik zaman sekarang. Jauhi
sistem demokrasi bersama kemusyrikannya, kekufurannya, dan jalannya yang
bengkok lagi tertutup.
“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena
itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka ia sesungguhnya telah berpegang pada buhul tali yang
amat kuat yang tidak akan terputus”. (QS. Al-Baqarah:256)
“Dan katakanlah “Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah
ia kafir”. Sesungguhnya telah Kami sediakan bagi orang-orang dhalim itu
neraka.” (QS. Al-Kahfi: 29)
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal
kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.
Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan
anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan
mereka, kami tidak membeda-bedakan seseorangpun di antara mereka, dan hanya
kepada-Nya lah kami menyerahkan diri. Barangsiapa mencari agama selain agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”. (QS.
Ali Imran: 83-85)
Jika hukum Allah SWT akan ditetapkan
sebagai hukum negara yang menganut sistem demokrasi, maka hukum Allah SWT itu
harus disodorkan terlebih dahulu kepada para arbaab (tuhan-tuhan buatan)
yang duduk di atas kursi empuk legislatif, bila mayoritas mereka menyetujuinya,
baru bisa diterapkan, namun bila tidak, maka tidak bisa diberlakukan. Subhaanallaah, siapa yang lebih tinggi,
Allah SWT atau mereka? sehingga hukum Allah SWT memerlukan persetujuan dan
pengesahan mereka terlebih dahulu?
Orang-orang yang “katanya” ingin “memperjuangkan
Islam lewat parlemen”, mereka seperti arbaab
juga. Apakah Islam bisa tegak lewat jalur syirik? Hukum-hukum Islam yang digolkan
lewat lembaga syirik pasti hanya hukum yang tidak mengganggu kepentingan legislatif.
Para anggota legislatif tidak akan rela dan ridho jika Islam ditegakkan secara kaffah
karena akan mengancam kekuasaan mereka. Bagaimana jika para thaghut menawarkan kepada anda bahwa
Syariat Islam bisa ditegakkan, tapi dengan syarat anda harus berzina terlebih
dahulu, apakah anda mau menerimanya? Kalau tidak, janganlah bergabung dengan
kemusyrikan mereka. Belajarlah dari peristiwa penggulingan Mursi di Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar