Selama
ini kita mengenal agama-agama yang sudah umum diketahui seperti Islam,
Katholik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, Shinto, dll. Tapi, tentu anda akan
kaget bahkan protes keras kalau demokrasi kita golongkan ke dalam jenis agama.
Menurut pengetahuan kita, demokrasi itu bukan agama, tapi hanya sistem
pemerintahan. Anggap saja benar bahwa demokrasi bukanlah agama, tetapi sistem
yang identik dengan agama. Untuk lebih meyakinkan anda bahwa demokrasi itu mirip
sekali ciri-cirinya dengan agama-agama di dunia, berikut ini kita bahas
selengkapnya.
Secara sederhana, suatu sistem dapat
dikatakan sebagai agama jika sistem itu memiliki Tuhan, kitab suci, nabi, dan
pemeluk atau penganut. Yang dimaksud dengan Tuhan di sini adalah entitas yang
berperan sebagai pembuat hukum, pengatur, serta pengendali sistem yang ditaati
perintah-Nya oleh para penganut agama. Kitab suci adalah pedoman yang dibuat oleh Tuhan untuk digunakan
para pemeluk sistem agama agar dapat menjalani kehidupan dengan baik, teratur,
dan terkendali. Nabi adalah utusan Tuhan yang ditunjuk oleh Tuhan sebagai
perwakilannya di dimensi ruang tertentu (misalnya: dunia atau alam semesta)
untuk menyampaikan risalah-Nya dan menjadi teladan bagi para penganut agama
tersebut.
Sekarang kita tinjau sistem demokrasi
dari sisi definisi. Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, bukan dari
bahasa Arab. Kata ini merupakan ringkasan dari gabungan dua kata: demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti hukum, kekuasaan,
atau wewenang membuat aturan (tasyrii’).
Jadi, terjemahan harfiyyah dari kata
demokrasi adalah: hukum rakyat, atau kekuasaan rakyat, atau tasyri’ rakyat. Makna tersebut merupakan
makna demokrasi yang paling penting (essential)
menurut para pengusungnya. Padahal, makna hukum rakyat, tasyri’ rakyat, dan kekuasaan rakyat merupakan salah satu ciri
khusus kekafiran, kemusyrikan, serta kebatilan yang sangat bertentangan dengan Islam.
“Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)
Dari sisi definisi saja demokrasi itu
sudah bertentangan dengan Islam.
Inti ajaran Islam adalah beribadah kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja dan menjauhi ibadah kepada selain-Nya. Menaati
aturan merupakan bagian dari ibadah yang wajib hanya ditujukan kepada Allah
semata. Di dalam Islam, hanya Allah SWT saja yang boleh membuat hukum atau
aturan main yang utama, sementara manusia hanya boleh membuat aturan teknisnya
saja, atau dengan kata lain manusia hanya diperbolehkan untuk membuat aturan
penjelas sebagai pengembangan dari aturan utama.
Bandingkan dengan sistem demokrasi yang
juga memiliki sang pembuat hukum, yakni manusia. Manusia-manusia pembuat hukum
tersebut berada di parlemen atau lembaga yang disepakati sebagai kumpulan
perwakilan rakyat. Kalau saja mereka yang mengaku sebagai perwakilan rakyat itu
hanya membuat aturan penjelas atau aturan-aturan teknis, hal itu tentu tidak
menjadi masalah. Yang menjadi permasalahan adalah mereka telah mengambil dengan
paksa wewenang Allah SWT untuk membuat hukum-hukum dasar atau hukum utama. Ciri
agama yang pertama sudah terpenuhi oleh demokrasi, yakni memiliki Tuhan. Tuhan
dalam demokrasi adalah pembuat hukum utama, yakni perwakilan rakyat atau
legislatif.
Ciri yang kedua adalah kitab suci. Dalam
Islam, kitab suci yang menjadi pedoman para pengikutnya adalah Al-Quran.
Al-Quran adalah produk hukum yang dibuat oleh Allah SWT untuk ditaati manusia.
Bandingkan dengan demokrasi. Dalam sistem demokrasi, produk hukum dasar atau
utama buatan legislatif yang berupa Undang-Undang Dasar (UUD), maupun produk
hukum derivatif / turunan atau penjelas hukum teknis seperti Undang-Undang (UU),
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), semua dibuat seenaknya sendiri, disesuaikan dengan kepentingan pribadi
dan golongan/partai mereka, disesuaikan dengan hawa nafsu mereka, tidak
disesuaikan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Ciri agama yang kedua telah
terpenuhi oleh demokrasi, yakni memiliki kitab suci yang harus diikuti dan
ditaati. Kitab suci demokrasi adalah Undang-Undang Dasar (UUD), UU, KUHP, dan
KUHPerdata.
Ciri yang ketiga adalah nabi. Nabi adalah
pembawa risalah, utusan Tuhan yang ditunjuk oleh Tuhan sebagai perwakilan-Nya
di dimensi ruang tertentu (misalnya: dunia atau alam semesta) untuk
menyampaikan risalah-Nya dan menjadi teladan bagi para penganut agama tersebut.
Perhatikan dalam sistem demokrasi, siapa yang peran dan fungsinya mirip seperti
itu? Eksekutif, yudikatif, dan media massa. Eksekutif berperan sebagai pelaksana hukum yang telah dibuat oleh legislatif. Yudikatif berfungsi sebagai penegak atau pelindung hukum yang dibuat oleh legislatif. Sementara media massa berperan aktif sebagai corong antek-antek demokrasi untuk mendakwahkan prinsip-prinsip demokrasi dan menanamkan ideologi demokrasi ke dalam pikiran bawah sadar manusia. Media massa-lah yang sangat berperan dalam mempropagandakan kepada publik dunia bahwa demokrasi adalah kebenaran mutlak yang harus dipertahankan.
Bersambung ya, lanjutannya klik di sini.
Bahaya juga ya..in demokrasii...akn sangt besar dampakx klw in ad teruss...jd ap yg harus dilakukan in...
BalasHapusSebarkan saja artikel ini melalui media sosial lainnya,, insya Alloh dapat membuka pemahaman dan wawasan kaum muslimin lainnya..
HapusSaya sangat setuju dengan pendapat anda. Jika sistem demokrasi tidak diterapkan di indonesia yang beraneka ragam suku, agama dan ras, lalu hukum apa yang cocok menurut anda?
BalasHapusSistem politik, hukum, dan ekonomi yang paling menguntungkan bagi bangsa Indonesia adalah Islam. Jika bangsa Indonesia mau mengaplikasikan sistem Islam dengan benar, maka semua suku, semua penganut agama apa pun, dan semua ras akan sejahtera, sangat aman, sentosa, selamat dari segala bentuk krisis dan bencana.
Hapus