Senin, 27 Januari 2014

Agama dan Negara (2)

Dalam konsep negara yang berdasarkan pada Syariat Islam, ada struktur yang mirip dengan legislatif atau lembaga perwakilan rakyat pada sistem demokrasi atau negara sekuler. Serupa tapi tak sama. Serupa wajah tapi berbeda isi hati. Pada negara sekuler, lembaga perwakilan rakyatnya berhak untuk membuat perundang-undangan seenak hati meskipun bertentangan dengan hukum Allah SWT, anggota legislatifnya terdiri dari orang-orang yang tidak bertauhid, gemar berbuat zolim, dan hobi berbuat maksiat. Bagaimana dengan lembaga perwakilan rakyat pada negara yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah?


Peran Wakil Rakyat dalam Daulah Khilafah

Syariat Islam telah mengizinkan umat Islam untuk memilih wakil mereka dalam menjalankan urusan mereka. Pada kesempatan Bai’at Aqabah Kedua, Rasulullah SAW mengatakan:

“Ajukan kepadaku dua belas pemimpin, agar mereka menjadi pemimpin bagi kaumnya.”

Dalam Daulah Khilafah, wakil rakyat yang menjadi anggota Majelis Umat dipilih oleh umat, bukan ditunjuk atau ditetapkan oleh Khalifah. Akan tetapi, sebagaimana Khalifah, mereka TIDAK BERHAK MENETAPKAN HUKUM, karena kedaulatan tidak berada di tangan mereka, tetapi ada pada Allah SWT. Majelis Umat berwenang mengontrol kebijakan Khalifah dengan ketat dalam mengatur urusan rakyat. Di sisi lain, Khalifah berhak mendatangi Majelis Umat untuk bemusyawarah atau meminta pendapat berkaitan dengan pengaturan urusan umat. Tapi, musyawarah bukanlah untuk MENETAPKAN HUKUM, MENENTUKAN YANG HALAL MENJADI HARAM, atau sebaliknya YANG HARAM MENJADI HALAL.

Dalam Daulah Khilafah tidak boleh ada musyawarah untuk misalnya menetapkan kebijakan privatisasi sumberdaya energi, karena ini merupakan perkara yang diharamkan Islam. Demikian pula, tidak boleh ada musyawarah dalam perkara-perkara yang diwajibkan Islam, seperti perlu-tidaknya mengerahkan pasukan untuk membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah, atau menjadikan akidah Islam sebagai asas sistem pendidikan, atau menyatukan seluruh negeri Islam ke dalam wadah Daulah Khilafah.

Mengenai keanggotan Majelis Umat, warga negara non-Muslim bisa menjadi anggota Majelis Umat untuk melakukan pengaduan (syakwa) jika ada penyimpangan dalam penerapan syariat Islam atau kedzaliman terhadap diri mereka. Akan tetapi, anggota Majelis Umat yang non-Muslim itu tidak berhak menyampaikan pendapat mereka tentang syariat yang ditetapkan oleh Khalifah, karena mereka tidak meyakini akidah Islam dan sudut pandang Islam yang menjadi dasar penerapan syariat.


Proses Pengambilan Keputusan

Islam tidak sekadar menjelaskan prinsip-prinsip dasar mengenai berbagai aspek kehidupan manusia, tetapi juga memberikan aturan yang rinci. Sebagai contoh, dalam aspek ekonomi ada sejumlah ketentuan syariat yang mengatur tanah pertanian, riba, mata uang, kepemilikan umum, dan berbagai pendapatan negara. Berkaitan dengan kebijakan luar negeri, ada sejumlah ketentuan syariat mengenai jihad, perjanjian internasional, dan hubungan diplomatik. Demikian pula dalam aspek pemerintahan, syariat Islam mengatur masalah pemilihan, bai’at, pengangkatan para wali (kepala daerah) dan syarat mengenai pemakzulan penguasa.

Khalifah wajib menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut apa adanya, tanpa menambah atau mengurangi. Khalifah tidak dibenarkan bersikap mengikuti kehendak pribadinya. Khalifah juga tidak membutuhkan dukungan mayoritas anggota Majelis Umat untuk menerapkannya.

Mengenai ketentuan yang mengandung ikhtilaf, syariat telah memberikan hak kepada Khalifah untuk mengadopsi pendapat yang menurut pertimbangannya mempunyai dalil syara’ yang paling kuat, dan kemudian menetapkannya sebagai undang-undang negara. Abu Bakar r.a., pada masa awal kekhilafahannya telah menolak pendapat mayoritas sahabat tentang hukuman bagi orang yang menolak membayar zakat. Beliau memilih mengirimkan pasukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar bin Khaththab r.a. tetap menerapkan hasil ijtihadnya tentang persoalan tanah Irak, walaupun Bilal r.a. dan para sahabat lainnya tidak setuju. Meski demikian, Khalifah tidak akan mengadopsi salah satu pendapat yang berkaitan dengan masalah pribadi atau cabang-cabang akidah. Dalam hal furu’ (cabang), umat dibolehkan mengikuti pendapat atau hasil ijtihad yang berbeda. Jadi, perbedaan pendapat dalam masalah furu’ dibolehkan ada di tengah masyarakat.

Dalam perkara-perkara yang dipahami publik dan bersifat teknis, Khalifah terikat dengan pendapat mayoritas. Misalnya tentang lokasi yang paling strategis untuk mendirikan universitas di sebuah daerah. Dalam hal ini Khalifah wajib mengikuti pendapat mayoritas. Dalam musyawarah menjelang Perang Uhud, misalnya, Rasulullah dan para sahabat senior berpendapat sebaiknya pasukan Quraisy dihadapi di dalam kota Madinah. Akan tetapi, mayoritas sahabat yang muda berpendapat sebaiknya menyambut pasukan Quraisy di luar kota Madinah. Maka pendapat mayoritas itulah yang kemudian dilaksanakan, sekalipun ini bertentangan dengan pendapat Rasulullah SAW dan para sahabat senior.

Mengenai perkara-perkara yang memerlukan keahlian, maka Khalifah akan bermusyawarah dengan para ahli, bukan dengan masyarakat awam. Setelah bermusyawarah, Khalifah akan mengadopsi pendapat yang dianggap memiliki hujjah (argumentasi) paling kuat. Dalam hal ini, pendapat mayoritas ahli tidak menjadi pertimbangan utama, karena pendapat yang memiliki argumentasi paling kuat tidak selalu dipegang oleh kelompok mayoritas. Misalnya dalam masalah kelangkaan listrik, setelah melakukan musyawarah dengan para ahli, Khalifah akan memberikan keputusan final apakah akan membangun pembangkit listrik dengan tenaga nuklir, tenaga surya, atau melakukan konversi dari energi bahan bakar minyak ke gas. Model pengambilan keputusan seperti ini pernah dilakukan oleh Rasulullah menjelang perang Badar, dimana Rasulullah SAW akhirnya memindahkan camp pasukan Islam setelah melakukan musyawarah dengan Hubab bin Mundzir r.a., seorang sahabat yang dianggap paling mengetahui daerah itu.


Khilafah akan Mengakhiri Penjajahan

Fakta menunjukkan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia saat ini adalah sistem sekuler yang diwariskan oleh penjajah Belanda, kemudian dilanjutkan dan dipertahankan oleh AS. Maka wajar bila kekuatan kolonialis masih bisa terus mengontrol urusan rakyat Indonesia melalui sistem tersebut. Sistem pemerintahan yang diterapkan Indonesia saat ini memiliki sejumlah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh kekuatan kolonialis untuk mengamankan kepentingan mereka di Indonesia.

Dengan hak legislasi ada di tangan wakil rakyat, maka negara-negara kolonialis itu, melalui infiltrasi kepada wakil-wakil rakyat yang dilakukan dengan berbagai cara, dengan mudah bisa mempengaruhi produk hukum dan perundang-undangan yang dihasilkan oleh wakil rakyat. Hasilnya, lahirlah hukum dan perundang-undangan yang pro kepentingan penjajah. Lihatlah UU Migas, UU Penanaman Modal, UU SDA dan yang lainnya.

Di dalam Daulah Khilafah, seluruh hukum dan perundang-undangan yang akan diterapkan harus berlandaskan dalil-dalil syara’. Karena itu, Khalifah tidak memiliki pilihan lain kecuali mengambil syariat dan peraturan yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Dengan metode ini, kedaulatan benar-benar berada di tangan syariat, bukan di tangan wakil rakyat. Dengan cara ini, kekuatan penjajah tidak mempunyai peluang untuk memanfaatkan proses legislasi demi kepentingan mereka. Maka, pintu penjajahan telah tertutup sejak dini.

Sistem pemerintahan dan hukum Indonesia saat ini membuat penguasa tidak mudah dimintai pertanggungjawaban. Hanya dalam Khilafah, kontrol yang ketat bisa dilakukan.

Sesuai Pasal 5, pasal 7B, dan pasal 20 UUD 1945 yang telah mengalami amandemen IV (Tahun 2003), Presiden tidak dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum Mahkamah Konstitusi memutus pelanggaran konstitusi apa yang dilakukan oleh Presiden. Sementara, Presiden bersama DPR sepenuhnya bebas membuat undang-undang apa pun, diantaranya undang-undang yang dapat mencegah rakyat memiliki akses guna melakukan kontrol atau koreksi terhadap pemerintah. Contoh mutakhir adalah Rancangan Undang-Undang tentang Kerahasiaan Negara yang di dalamnya terdapat ketentuan yang dapat membuat sejumlah informasi penting yang menyangkut rakyat banyak tidak dibuka untuk publik; atau Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK), yang menyatakan bahwa para pejabat di sektor keuangan ini tidak dapat dijerat hukum terkait kebijakannya dalam memberikan Bantuan Likuiditas guna menghadapi krisis finansial global. Ketentuan dan mekanisme dibuat sedemikian rupa sehingga pada akhirnya rakyat tidak bisa melakukan kontrol dan koreksi terhadap pemerintah.

Dalam Daulah Khilafah, kepala negara atau Khalifah bukanlah seorang raja atau seorang diktator. Khalifah tidak dapat mengganti atau mengubah syariat Islam sesuka hatinya. Dalam Daulah Khilafah, upaya meminta pertanggungjawaban penguasa bukan sekadar hak, tapi merupakan kewajiban dari setiap warga, karena amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Rasulullah SAW. bersabda:

“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian melakukan amar ma’ruf nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman atas kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, maka Dia tidak mengabulkan doamu.” (HR. Tirmidzi)

Jadi, dalam Daulah Khilafah setiap orang, kelompok, anggota Majelis Umat atau qadhi Mahkamah Madzalim bisa mengontrol dan mengoreksi Khalifah. Islam memerintahkan untuk memberhentikan seorang Khalifah jika terbukti memerintah bukan dengan syariat Islam, atau jika bersikap dzalim kepada rakyatnya. Pemakzulan ini merupakan sebuah kewajiban untuk menghilangkan kedzaliman. Maka, ketika kedzaliman terjadi, masyarakat berhak mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Madzalim. Jika kedzaliman itu terbukti dilakukan oleh Khalifah, maka Mahkamah Madzalim berhak memberhentikannya.


Mahkamah Madzalim terdiri dari orang-orang shaleh yang benar-benar terbukti keshalehannya dan orang-orang berilmu yang sangat mumpuni ilmu agamanya. Bukan orang-orang kafir, musyrik, munafik, atau orang-orang yang telah jelas-jelas selalu berbuat maksiat dan kezoliman.

Bersambung...

Artikel Terkait Politik

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...