Selasa, 01 Oktober 2013

Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa (1)

Pada 1 Oktober ini berbagai instansi pemerintahan serentak menggelar upacara memperingati hari kesaktian Pancasila. Pancasila yang sejak 1965 di”saktikan” oleh Soeharto sampai saat ini pun masih disakralkan oleh banyak pihak sebagai ideologi yang paling tepat, paling cocok, dan paling pas buat bangsa Indonesia. Karena kesaktiannya itulah banyak juga orang yang kemudian meyakini—karena dipaksa meyakini—bahwa Pancasila adalah harga mati bagi NKRI. Kali ini kita akan mengupas tuntas mengenai makna sebenarnya dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui pembahasan ini semoga akan terwujud generasi-generasi penerus bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai tauhid.


Para pembesar sekaligus mantan penguasa negeri Indonesia sukses dalam kreasi ideologinya. Soekarno sukses menciptakan ideologi baru yang digadang-gadang lebih baik dari ideologi yang disebarluaskan oleh Muhammad SAW sejak 1400 tahun yang lalu. Soeharto sebagai penerusnya juga berhasil menancapkan gagasan ke dalam pikiran bawah sadar masyarakat Indonesia bahwa Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Tradisi ciptaan Soekarno sampai saat ini masih dipertahankan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang belum juga tercerahkan bahwa ideologi yang terbaik buat bangsanya adalah Islam.

Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan, budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi dipaksa untuk dipersatukan dalam bingkai Pancasila.
           
Bagi kaum nasionalis yang lebih mengedepankan akal dangkal ketimbang keteguhan iman dan tauhid, konsep Pancasila sebagai dasar negara dianggap sudah final alias harga mati, ide dan rangkaian proses menggugat Pancasila sebagai ideologi tunggal hanya akan membawa ketidakpastian bagi bangsa Indonesia. Dalam asumsi mereka yang terdoktrin bahwa Pancasila adalah harga mati buat Indonesia, bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kekacauan) yang memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa, hingga akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama atau suku jika di Indonesia ditegakkan Syariat Islam. Untuk menghindari kegalauan itu, mereka lebih memilih untuk membuat hukum baru atau mencampuradukkan penerapan hukum-hukum agama dengan hukum-hukum adat dalam sistem hukum negara. Pancasila diperjuangkan mati-matian untuk menjadi pengikat agama-agama dan suku-suku.

Penyimpangan Makna
Kalau kita mau jujur, penyimpangan Pancasila dari Islam sebenarnya terjadi pada level logika, pemikiran, dan penafsiran. Khususnya pada Sila Pertama. Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimaknai sebagai adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Di antara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Sang Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas.

Negara Indonesia yang didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berkonsekuensi untuk  menjamin setiap warga negara dan penduduknya  memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya, seperti pengertian yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-tiga yang menyatakan “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “. Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa the founding fathers mencita-citakan negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai keTuhanan, nilai ketauhidan.

Undang-Undang Dasar 1945 yang dipercaya sebagai landasan konstitusional NKRI menegaskan dalam  Pasal 29 Ayat 1, “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perhatikan lagi kalimat singkat tersebut. Tak pernah ada kata “Pancasila” di sana sejak UUD 1945 itu diciptakan hingga detik ini. Dengan demikian, jelaslah bahwa para pendiri bangsa Indonesia menginginkan tegaknya tauhid di negara ini. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan negara berdasarkan atas Pancasila. Di dalam bangsa Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kaum nasionalis, kapitalis, dan sosialis seharusnya menghindari sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama yang satu, anti hukum yang satu, anti ideologi yang satu, Islam. Setiap generasi penerus bangsa seharusnya mengkaji, memahami, dan menerapkan konsep tauhid dalam sila pertama Pancasila.

Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mendefinisikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang bermakna satu. Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran –an dapat memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…

Kata ketuhanan yang berasal dari kata “Tuhan” yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna sifat-sifat Tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat Tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan Tuhan. Kata Maha berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta  atau bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata “esa”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukan hanya berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu entitas yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu, tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa berarti sifat-sifat luhur atau mulia Tuhan yang mutlak ada. Jadi, yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.


Artikel Terkait Ideologi

4 komentar:

  1. hentikan berpikir secara logika, soalnya saat ini kita bukan sedang berada di Planet Vulcan, kita di bumi, kita tidak sedang berhubungan dengan mahkluk-mahkluk logika macem Kapten Spock, kita sedang dikelilingin oleh mahkluk yang penuh prasangka skaligus termotivasi sama rasa bangga dan sombong.

    BalasHapus
  2. sebaiknya seimbanglah Bung Damien,, antara logika dan iman,, agar otak kiri dan otak kanan kita aktif dua2nya..

    BalasHapus
  3. Bung, berdasarkan yg sy mengerti dari artikel bung, berarti dalam pancasila tdk ada 1 pun yg menjurus kepada syariat islam, lantas mengapa dalam merumuskan pancasila bung karno tdk menyelipkan 1 atau beberapa dari syariat islam, pdhal yg sy tau bung karno kan muslim

    BalasHapus
  4. Sebenarnya teks yang menyebutkan substansi syariat Islam tercantum dalam naskah asli Piagam Jakarta. Bung Karno memang muslim, tapi masih nasionalis, jadi masih kurang totalitas ke-Islaman-nya. Wallahu a'lam.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...