Pada umumnya masyarakat Indonesia menganggap bahwa yang
dimaksud dengan orang kafir adalah orang yang tidak mengakui adanya Allah SWT
atau orang yang tidak beragama alias atheis. Sementara, orang-orang yang menganut agama lain selain Islam tidak dianggap sebagai orang kafir, karena yang dijadikan patokan seseorang dianggap kafir atau tidak adalah kemauan dia menganut suatau agama atau tidak. Benarkah seperti itu pengertian
kafir? Siapa sebenarnya orang-orang kafir itu?
Kata
“kafir” berasal dari kata dasar yang terdiri dari huruf kaf, fa'
dan ra'. Arti dasarnya adalah "tertutup" atau
"terhalang". Secara istilah, kafir berarti terhalang dari
petunjuk Allah SWT. Kafir berasal dari kata “kufur” yang berarti ingkar,
menolak atau menutup. Secara harfiah, kafir berarti orang yang menyembunyikan
atau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural, kata kafir digunakan
untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah SWT.
Kata “kafir” adalah istilah yang sangat umum, istilah bagi orang yang mengingkari Allah SWT dan rasul-Nya serta ajaran yang dibawanya, mereka bisa dari kalangan Yahudi, Nasrani, Atheis, Majusi, Hindu, Budha, Konghucu dan yang lainya, yang tidak mengimani Allah SWT dan rasul-rasul-Nya serta ajarannya. Mereka semua adalah non muslim. Sebenarnya jika mereka memahami arti dan konsekuensi dari kata non muslim, sama saja mereka mendengar kata kafir secara istilah. Hanya mungkin kedengarannya lebih halus, ketimbang disebut sebagai kafir.
Sebelum Rasulullah SAW mulai mendakwahkan
Islam, istilah kafir digunakan sebagai sebutan bagi para petani yang sedang
menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah, sehingga kata kafir
bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup
diri".
Orang kafir adalah orang yang mengingkari
Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan mengingkari Muhammad Rasulullah
SAW sebagai utusan-Nya. Orang kafir bisa juga diartikan sebagai orang yang
tidak mengikuti pentunjuk Allah SWT karena petunjuk tersebut terhalang darinya.
Orang kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah SWT
yang disampaikan oleh rasul-Nya.
Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir
tidak selamanya berarti non-muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau
pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna ingkar saja, tidak sampai
mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang
tidak pandai/mensyukuri nikmat Allah SWT, atau dalam istilah lain disebut
sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa
pelakunya kafir/keluar dari Islam).
Jenis-jenis Kafir Berdasarkan Makna
Merujuk pada makna bahasa dan beragam
makna kafir dalam ayat al-Quran, Kafir terbagi menjadi beberapa golongan, antara
lain:
1. Kafir
’inad, yaitu kafir yang mengenal Allah SWT dengan hati dan mengakui-Nya dengan
lidah, tetapi tidak mau menjadikannya sebagai suatu keyakinan karena ada rasa
permusuhan, dengki, dan semacamnya. Dalam al-Quran mereka digambarkan seperti
orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah, mendurhakai
rasul-rasul Allah SWT, dan menuruti perintah semua penguasa yang
sewenang-wenang menentang kebenaran (QS. Hud [11]: 59).
2.
Kafir
inkar, yaitu kafir yang mengingkari Allah SWT secara lahir dan batin, rasul-rasul-Nya
serta ajaran yang dibawanya, dan hari kemudian. Mereka menolak hal-hal yang
bersifat ghaib dan mengingkari eksistensi Allah SWT sebagi pencipta, pemelihara
dan pengatur alam ini. Mereka seperti penganut atheisme. (QS. Al-Baqarah [2]: 212
dan An-Nahl [16]: 107).
3.
Kafir
kitabi, mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dengan kafir-kafir yang lain,
karena kafir kitabi ini meyakini beberapa kepercayaan pokok yang dianut Islam.
Akan tetapi kepercayaan mereka tidak utuh, cacat, dan parsial. Mereka membuat
diskriminasi terhadap rasul-rasul Allah dan kitab-kitab suci-Nya, terutama
terhadap Nabi Muhammad dan Al-Quran. Dalam al-Quran mereka disebut sebagai
ahlul kitab, mereka adalah orang-orang yahudi dan nasrani. (Lihat QS 02: 105,
109; QS 03: 64, 65, 69, 70, 71, 72, 75, 98, 99, 110, 113, 199; QS 04: 153, 159,
171; QS 05: 15, 19, 59, 65, 68, 77; QS 29: 46; QS 33: 26; QS 57: 29; QS 59: 2,
11; QS 98: 1, 6)
Jenis-Jenis Kafir Berdasarkan Penggunaan
Di dalam Al-Qur'an, kata kafir dan
variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda:
1. Kufur
at-tauhid (menolak tauhid): mereka yang menolak bahwa Allah SWT itu satu. “Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” (QS. Al-Baqarah [2] : 6)
2.
Kufur
al-ni`mah (mengingkari nikmat): mereka yang tidak mau bersyukur kepada Allah
SWT. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”. (QS. Al-Baqarah
[2] : 152)
3. Kufur
at-tabarri (melepaskan diri): “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu
dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu
..." (QS: Al-Mumtahanah [60] : 4)
4.
Kufur
al-juhud (mengingkari sesuatu): “..maka setelah datang kepada mereka apa yang
telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 89).
5. Kufur
at-taghtiyah (menanam/mengubur sesuatu): “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar).”
(QS. Al-Hadid [57]: 20)
Jenis-jenis Kafir Berdasarkan Perlakuan
1.
Kafir
Harbi, yaitu mereka yang memerangi kaum muslimin.
“Apabila kamu bertemu dengan
orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kamu
telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah
hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang
syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.” (QS.
Muhammad [47]: 4)
2.
Kafir
Dzimmi, yaitu mereka yang memberikan jizyah kepada pemimpin kaum muslimin.
“Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka
tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang
diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah [9]: 29)
3.
Kafir
Mu’ahid, yaitu mereka yang terikat perjanjian untuk jangka waktu tertentu.
“Dan jika kamu khawatir akan
(terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian
itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal [8]: 58).
Sabda Rasulullah SAW,”Barangsiapa
yang membunuh seorang muahid maka tidak akan mencium bau surga…” (HR. Bukhori).
4. Kafir
Musta’min, yaitu mereka yang diberikan perlindungan keamanan oleh seorang
muslim. “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah [9]: 6)
Di dalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah”
disebutkan bahwa ahli dzimmah atau dzimmiyyun menurut istilah
para fuqaha dinisbahkan kepada dzimmah yang berarti perjanjian dari imam
atau orang-orang yang mewakilinya untuk mendapatkan keamanan baik diri maupun
hartanya dengan keharusan baginya beriltizam (komitmen) dalam
membayarkan jizyah dan menerapkan hukum-hukum Islam.
Seorang non muslim bisa disebut dengan
kafir dzimmiy karena empat hal:
1.
Akad
Dzimmah, yaitu orang-orang kafir diperbolehkan menampakkan kekafiran dengan
syarat memberikan jizyah dan berkomitmen dengan hukum-hukum Islam di dalam
urusan duniawi. Alasan tidak diperanginya orang-orang kafir dzimmiy adalah
karena adanya kemungkinan mereka masuk Islam melalui interaksi dengan kaum
muslimin dan setelah merasakan berbagai kebaikan Islam. Jumhur fuqaha mensyaratkan
bahwa akad ini berlangsung selamanya.
2.
Karena
adanya berbagai bukti
Ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai bukti. Pertama, menetap
di Daarul Islam, karena pada dasarnya seorang non muslim yang bukan ahli
dzimmah tidak diperbolehkan menetap selamanya di Daarul Islam akan tetapi
mereka diperbolehkan menetap di Daarul Islam untuk waktu yang terbatas,
sehingga mereka ini dinamakan Musta’min. Jumhur fuqaha dari kalangan Hanafi,
Syafi’i, dan Hambali berpendapat bahwa seorang musta’min tidaklah diperbolehkan
menetap di Daarul Islam kurang dari satu tahun. Jika orang itu ingin menetap di
sana selama setahun penuh atau lebih maka dirinya harus memberikan jizyah
sehingga dia menjadi seorang dzimmiy. Lamanya seorang non muslim tinggal di
Daarul Islam menjadi bukti bahwa dirinya ridho untuk menetap selamanya dan
menerima berbagai persyaratan ahli dzimmah.
Kedua, pernikahan
seorang wanita dari kafir harbi dengan seorang lelaki muslim atau seorang
dzimmiy dikarenakan seorang istri mengikuti suaminya.
Dan ketiga, apabila
seorang musta’min membeli tanah yang terkena atasnya pajak di Daarul Islam lalu
orang itu menanaminya kemudian ditetapkan atasnya pajak maka orang itu praktis
menjadi seorang dzimmiy.
3. Karena
dirinya terbawa (subordinat), seperti : seorang anak kecil menjadi ahli dzimmah
karena terbawa orang tuanya yang ahli dzimmah atau seorang anak yang ditemukan
di suatu perkampungan atau daerah gereja ahli dzimmah maka anak itu dianggap
sebagai seorang dzimmiy.
4. Karena
pembebasan suatu negeri. Hal ini terjadi bila kaum muslimin membebaskan negeri-negeri
non muslim kemudian Imam membiarkan para penduduknya bebas dengan dzimmah
(perjanjian) dan membayarkan jizyah sebagaimana dilakukan Umar bin Khottob
terhadap para penduduk Iraq. (disarikan dari al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal
2488 – 2495)
Dari penjelasan di atas, orang-orang
kafir di Indonesia tidak dikategorikan sebagai ahlu dzimmah atau mu’ahid karena
pembagian macam-macam orang kafir di atas terjadi di dalam suatu tempat yang
dinamakan Daarul Islam yaitu suatu negeri yang di dalamnya diterapkan
hukum-hukum Islam, diperintah oleh pemerintahan Islam, serta memberikan
perlindungan dan kekuatan bagi kaum muslimin yang sifat-sifat ini tidak ada di Indonesia. Orang-orang kafir di Indonesia bisa kita golongkan ke dalam
kafir musta’min, karena mereka diberikan jaminan perlindungan keamanan oleh
kaum muslimin di Indonesia.
saya bingung orang2 yang jadi teroris rata2 tingkat ketauhitannya tidak diragukan, jadi orang yg beriman halal hukumnya untuk membunuh orang lain saya berpandat lebih baik orang yang tidak bertauhit tidak membuat kerusakan dari pada mengaku beriman tapi membuat kerusakan.mohon maaf saya orang bodoh beragama tapi saya yakin Tuhan lebih cinta kepada orang yang cinta perdamaian dari pada orang yang mengaku beriman tapi berbuat kerusakan dan kekejian, menebar kebenjian yang tidak sepaham dgn golongannya dll masih banyak doktrin2 yg tidakjelas penafsirannya.
BalasHapus“saya bingung orang2 yang jadi teroris rata2 tingkat ketauhitannya tidak diragukan”
BalasHapus Teroris sudah pasti bukan orang Islam, karena Islam mengharamkan terorisme. Teroris sudah pasti bukan orang yang bertauhid, karena orang yang bertauhid tidak mau membunuh secara serampangan.
“jadi orang yg beriman halal hukumnya untuk membunuh orang lain”
Islam mengharamkan pembunuhan yang melanggar syarat dan ketentuan,
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya. ” (QS. An Nisa' (4): 93).
"Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya". (QS. Al-Mâidah [5]:32)
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (sebab) yang benar" (QS. Al-‘An’âm [6]:151)
Orang Islam dilarang mengganggu apalagi membunuh orang kafir yang masuk negara Islam dengan perlindungan dan perjanjian, seperti wisatawan asing, utusan dan duta besar yang ditempatkan di negara Islam karena mereka masuk dengan visa dan perjanjian antarnegara. Syaikh Shâlih bin Fauzân Ali Fauzân hafizhahullâh menyatakan: "Apabila kita mengundang mereka untuk datang atau kita berikan perlindungan, maka kita tidak boleh mencelakakan atau merugikan mereka. Kita wajib berlaku adil hingga mereka pergi dan menyelesaikan perjanjian mereka serta pulang ke negara mereka. Karena mereka masuk dengan perlindungan dan kita yang meminta dia untuk datang. Karena itulah, kita wajib memperlakukan mereka dengan adil, tidak menzhalimi mereka serta wajib memberikan hak-hak mereka. Sedangkan dalam masalah cinta, kita tidak boleh mencintai mereka. Namun kebencian kita kepada mereka tidak boleh menyeret kita untuk menzhalimi mereka atau mengurangi sedikit pun hak mereka atau mengganggu mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa" (QS. Al-Mâidah [5]:8)
“saya berpandat lebih baik orang yang tidak bertauhit tidak membuat kerusakan dari pada mengaku beriman tapi membuat kerusakan.”
Lebih baik orang yang bertauhid, menebar kebaikan, dan tidak membuat kerusakan.
“saya yakin Tuhan lebih cinta kepada orang yang cinta perdamaian dari pada orang yang mengaku beriman tapi berbuat kerusakan dan kekejian, menebar kebenjian yang tidak sepaham dgn golongannya dll masih banyak doktrin2 yg tidak jelas penafsirannya.”
Allah Ta’ala mencintai orang2 yang bertauhid, beriman, bertakwa, dan beramal soleh.
Kajian anda sangat menarik. Intinya dikatakan kafir adalah orang yang menolak allah swt dan rasulnya, benar begitu? Manusia itu diberi kehendak bebas setalah jatuh kedalam dosa, diberi pengetahuan akan jalan yang lurus dan yang tidak.mana jalan keselamatan dan yang bukan, yang buntu dan yang ada jalan.dengan demikian allah tidak memaksa manusia.tujuan hidup di dunia adalah mencari keselamatan sorgawi, sehingga manusia berlomba-lba menggali dan berusaha memahami dan mengenal allahnya hanya dengan harapan selamat dari neraka.yang menjadi persoalan adalah ketika sesorang menemukan sebuah kitab suci, menggalinya dan mulai memahaminya dan dirasakannya ada kasih yang lebih hebat dan nyata dalam kehidupannya saat itulah memutuskan untuk mengikuti satu orang prinadi tersebut.itulah yang saya maksudkan bahwa manusia itu diberi berkehendak bebas oleh penciptanya.saya yakin agama bukanlah datangnya dari allah tapi ia dibentuk manusia, dan itu hanya cara manusia untuk mendekatkan dirinya kepada penciptanya.semuanya pasti tujuannya baik seperti yang anda katakan di atas. Anda berhak mengatakan bahwa nasrani adalah kafir, tetapj orang nasrani juga berhak mengatakan agama islam itu anti kristus, demikian juga halnya dengan agama yang lain.
BalasHapus“Manusia itu diberi kehendak bebas setelah jatuh ke dalam dosa”
Hapus Memang manusia makhluk Allah yang paling sempurna, diberi akal agar bisa memilih mana jalan yang benar dan mana yang sesat. Semua manusia dilahirkan dalam keadaan bersih dari dosa, setelah manusia mampu berpikir lalu bertindak menentang ketentuan Allah barulah dia jatuh ke dalam jurang dosa. Jadi bukan berdosa dulu baru diberi kehendak bebas, tapi diberi kebebasan berpikir dulu oleh Allah, baru manusia memutuskan memilih jalan yang mana.
“Dengan demikian Allah tidak memaksa manusia.”
Allah tidak pernah memaksa, tetapi memberikan pilihan, manusia bebas memilih, tapi tentu tiap pilihan ada konsekuensinya. Kalau mau beriman, akan diganjar dengan surga, kalau mau kafir pun silakan, tapi akan diganjar dengan neraka.
“Tujuan hidup di dunia adalah mencari keselamatan sorgawi, sehingga manusia berlomba-lba menggali dan berusaha memahami dan mengenal allahnya hanya dengan harapan selamat dari neraka.”
Tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah, menaati semua aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (TQS. adz-Dzariyat [51]: 56)
“yang menjadi persoalan adalah ketika sesorang menemukan sebuah kitab suci, menggalinya dan mulai memahaminya dan dirasakannya ada kasih yang lebih hebat dan nyata dalam kehidupannya saat itulah memutuskan untuk mengikuti satu orang prinadi tersebut.”
Hati-hati dalam memilih kitab suci, kitab itu baru bisa dibilang suci kalau tidak ada kontradiksi antara satu ayat dengan ayat yang lain, kalau masih banyak kontradiksinya maka kitab itu tidak layak lagi dibilang suci.
“saya yakin agama bukanlah datangnya dari allah tapi ia dibentuk manusia”
Keyakinan anda ngawur. Allah yang menciptakan manusia, alam semesta, dan seluruh isinya, maka Allah-lah yang menciptakan semua aturan mainnya, Allah-lah yang menciptakan agama sebagai aturan yang harus dipatuhi semua makhluk-Nya. Agama yang dibuat oleh manusia adalah agama sesat, karena pikiran manusia itu sangat terbatas, berbeda dengan sifat Allah Yang Maha Mengetahui.
“orang nasrani juga berhak mengatakan agama islam itu anti kristus”
Hapus Sebenarnya orang nasranilah yang anti kristus. Orang nasrani menyimpang dari ajaran Yesus. Yesus mengajarkan agar umatnya menyembah Allah saja, dan tidak menuhankan diri Yesus, tetapi orang nasrani justru sebaliknya, menganggap Yesus itu Tuhan dan orang nasrani menyembah Yesus.
Pernahkah Yesus mengatakan: “Akulah Yesus, Akulah Allah Tuhanmu, maka sembahlah Yesus saja”? tentu tidak pernah. Tetapi justru sebaliknya, Yesus mengajarkan umatnya untuk menyembah Allah, bukan menyembah Yesus. Yesus bersabda, “Sembahlah Allah Tuhanmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.” Ucapan Yesus tersebut memberikan suatu pengertian kepada kita bahwa Yesus itu bukan Tuhan atau Allah yang harus disembah, karena dia hanyalah seorang Nabi atau Rasul.
Lihat Injil Matius 4:8-10, yaitu ketika Yesus dicoba oleh Iblis: “Dan Iblis membawanya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepadaNya: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku. ” Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:8-10)
Dari ucapan Yesus tersebut dapat kita pahami:
1. Iblis tahu bahwa Yesus mengajarkan Tauhid, yaitu menyembah hanya kepada Allah saja (laa ilaaha ilallaah).
2. Terhadap Iblis saja Yesus perintahkan bahwa menyembah dan berbakti itu hanyalah kepada Allah saja, bukan lainnya, bukan juga pada dirinya.
3. Iblis tahu bahwa Yesus itu bukan Tuhan, sebab jika Yesus itu Tuhan, tentu kata-kata Yesus sebagai berikut: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah aku Tuhan, Allahmu, dan hanya kepadaku sajalah engkau berbakti!”
Yesus sendiri yang memberikan kesaksian bahwa menyembah dan berbakti itu, hanyalah kepada Allah, bukan kepada dirinya, mengapa justru Yesus itu yang dijadikan sesembahan oleh orang nasrani?
Yesus tidak pernah mengajarkan kepada umatnya bahwa dia adalah Tuhan atau Allah itu sendiri, yang harus disembah. Menyamakan Yesus dengan Tuhan atau Allah, adalah suatu perbuatan dosa, sebab baik Yesus maupun Allah, tidak mengajarkan seperti itu. Bahkan didalam Alkitab itu sendiri, Allah melarang siapa saja yang, menyamakan Dia dengan yang lainnya Perhatikan ayat Alkitab sebagai berikut: “Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama? (Yesaya 46: 5)
Bahkan dalam kitab Taurat Musa Ulangan 6:4, dikatakan bahwa Tuhan itu Esa: “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!”
Dalam kitab suci Al Qur`an Nabi Isa as (Yesus) juga mengajarkan Tauhid, yaitu menyembah itu hanya kepada Allah saja, bukan kepada yang lainnya, bukan juga kepada dirinya. Perhatikan ucapan Nabi Isa as (Yesus) dalam Al Qur`an: “Sesungguhnya Allah-lah Tuhanku dan Tuhan kamu, maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus. “(QS. Ali Imran [3] : 51)
Jadi, berdasarkan Perjanjian Lama (Taurat), Perjanjian Baru (Injil), dan Perjanjian Terakhir (Al-Qur`an), Tuhan yang disembah itu adalah Allah, Tuhan yang Esa, bukan Yesus. Bahkan Yesus sendiri menyuruh menyembah hanya kepada Allah yang dia sembah.
Mantap ada kejelasan buat ku
BalasHapusBingung banyak banget makna ataupun arti dari kata "kafir " . Saya dan mungkin seluruh ummat di dunia ini mengartikan kata " kafir" yakni Secara harfiah, kafir berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran atau mengingkari/kufur atas nikmat yang akan , sedang ataupun setelah di Nikmatinya(manusia). Kesimpulannya orang kafir samadengan orang yang jahat , tidak berakhlak baik.
BalasHapusOrang kafir bukan saja orang yang non muslim kenyataannya orang-orang muslim juga banyak yang kafir dan kenyataannya orang yang non muslim ataupun yang tidak beragama samasekali banyak juga adalah bukan orang- orang "kafir".
Saya berpendapat bahwa orang kafir atau orang yang kafir itu bukanlah orang yang ada pada agamanya melainkan , kafir itu adalah sikap ,perilaku maupun akhlak yang ada pada diri seseorang terhadap makhluk ciptaan Yang Maha Kuasa.
Coba baca lagi baik2 artikel di atas, sudah dijelaskan dengan sangat sederhana:
Hapus"Orang kafir adalah orang yang mengingkari Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan mengingkari Muhammad Rasulullah SAW sebagai utusan-Nya. Orang kafir bisa juga diartikan sebagai orang yang tidak mengikuti pentunjuk Allah SWT karena petunjuk tersebut terhalang darinya. Orang kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah SWT yang disampaikan oleh rasul-Nya."
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”
BalasHapusal baqarah 9
1. كَفَرُو
“Yang tidak percaya” ≠ non muslim.
Jika sama, bagaimana kita menjelaskan saat ini di mana ribuan orang non muslim masuk Islam setiap harinya? Para ahli tafsir menyatakan bahwa kata ini merujuk pada para pemuka agama, yang berpengetahuan tentang kitab-kitab suci mereka, yang menutupi kebenaran. Kebenaran akan datangnya nabi terakhir dan kepastian hari akhir. Dan jumlah mereka ini hanya segelintir. Meskipun cuma segelintir, kalimat ini dibuat secara umum, karena kalimat ini adalah kalimat yang penuh kemarahan!
Sama seperti seorang guru yang marah kepada beberapa muridnya, tetapi mengatakan, “Yang bikin keributan akan saya catat namanya.”
Dengan kalimat ini, meskipun tidak disebutkan siapa namanya, otomatis semua murid akan terdiam.
2. كَفَرُو
“Kufar atau kafir” Bukan non muslim!
Orang-orang di Mekah meskipun telah menerima kurang lebih 2/3 dari Al Quran, tetapi tetap menantang Nabi SAW. Mereka ini (penduduk Mekah) lebih pantas disebut sebagai kriminal yang sebenarnya! Tetapi, bukan mereka ini yang disebut sebagai “kafir” di sini.
Contoh nyata di insiden perjanjian Hudaibiyah, kaum Muslim ditahan oleh Allah untuk tidak menyerang Mekah! Karena di Mekah ada orang-orang yang beriman secara rahasia (Al Fath 25).
Tidak ada seorang pun yang tahu apakah seorang itu beriman atau tidak, selain dirinya dan Allah SWT.
Dalam satu perang di mana seorang musuh telah kalah, terjatuh, tanpa senjata. Sebelum seorang sahabat Nabi SAW mengarahkan pedangnya ke musuh tersebut, sang musuh langsung mengucap dua kalimat syahadat. Karena merasa bahwa musuh tersebut masuk Islam karena takut mati, bukan karena keyakinannya, maka sahabat tadi membunuh musuh yang telah menjadi muslim tersebut.
Atas insiden ini Nabi SAW marah besar dan mengatakan, “Sudahkah kau belah dadanya dan melihat hatinya sehingga kau tahu seperti apa isi hatinya?”
Ini adalah contoh yang sangat jelas di mana kita tidak boleh berasumsi! Allahu a’lam.
3. سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sementara, orang-orang ahli kitab di Madinah menyembunyikan kebenaran (padahal mereka mengetahui kebenaran tersebut) dengan mengubah-ubah kitab suci mereka. Aktivitas ini telah dilakukan jauh sebelum Nabi SAW datang.
Sehingga, untuk kelompok orang seperti ini, meskipun diberitahu atau pun tidak, mereka tidak akan beriman! Dari awal, mereka sudah menolak untuk beriman! Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran, tetapi tidak mau mengakui kebenaran, dan menutupi kebenaran tersebut untuk orang lain! Inilah orang-orang kafir!
Jadi, diberi peringatan atau tidak, tidak akan berpengaruh. Orang-orang ini adalah orang-orang yang menyangkal akan adanya hari akhir, di mana semua perbuatan akan diberikan balasan
((“”Yang tidak percaya ≠ non muslim, jika sama, bagaimana kita menjelaskan saat ini dimana ribuan orang non muslim masuk Islam setiap harinya?””))
Hapus-----> Banyak orang non muslim yang masuk Islam setiap hari berarti banyak orang kafir yang bertaubat dan kembali kepada Islam setiap hari.
((“”Para ahli tafsir menyatakan bahwa kata ini merujuk pada para pemuka agama””))
---->>> Ahli tafsir yang mana? Siapa saja mereka? Coba anda sebutkan.
((“”Sama seperti seorang guru yang marah kepada beberapa muridnya, meskipun tidak disebutkan siapa namanya, otomatis semua murid akan terdiam.””))
--->>> Perumpamaan yang tidak tepat, kafir atau non muslim adalah masalah akidah, tidak terkait dengan akhlak.
((“”Kufar atau kafir bukan non muslim””))
--->>> Muslim = Non Kafir;
Non Muslim = Kafir;
yang dimaksud dengan Muslim adalah orang-orang yang non kafir, maka yang dimaksud dengan orang kafir adalah orang yang non muslim. Muslim atau kafir seseorang itu tidak berdasarkan status yang tertulis di KTP, tetapi terkait dengan pemikiran, pemahaman, dan keyakinan seseorang.
((“”Orang-orang di Mekah meskipun telah menerima kurang lebih 2/3 dari Al Quran, tetapi tetap menantang Nabi SAW.””))
--->>> ya mereka itu orang-orang kafir, orang-orang yang menentang Nabi SAW, kalau bukan mereka, siapa lagi?
((“”Contoh nyata di insiden perjanjian Hudaibiyah, kaum Muslim ditahan oleh Allah untuk tidak menyerang Mekah! Karena di Mekah ada orang-orang yang beriman secara rahasia.””))
--->>> Mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, meskipun secara rahasia, adalah muslim.
((“” Kisah seorang musuh telah kalah, terjatuh, tanpa senjata. Sebelum seorang sahabat Nabi SAW mengarahkan pedangnya ke musuh tersebut, sang musuh langsung mengucap dua kalimat syahadat. Karena merasa bahwa musuh tersebut masuk Islam karena takut mati, bukan karena keyakinannya, maka sahabat tadi membunuh musuh yang telah menjadi muslim tersebut. Atas insiden ini Nabi SAW marah besar dan mengatakan, “Sudahkah kau belah dadanya dan melihat hatinya sehingga kau tahu seperti apa isi hatinya?””””))
--->> Orang yang bersyahadat adalah seorang Muslim, bukan kafir. Apakah non muslim mau bersyahadat??
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh...
BalasHapusKafir yg sesungguhnya adalah orang-orang yg mengingkari dll. Tpi kalau kita melihat lebih dlam lagi terkait pembagian kafir yg sudah dituliskan dalam artikel di atas maka, kalau menurut sepemahaman saya, kafir bukanlah orang" yg non muslim, dan yg mengatakan bahwa orang" non muslim adalah kafir, maka masih jga salah pernyataannya. Tpi kata kafir yg sebenarnya adalah orang" yg melanggar ajaran. Jadi bisa saja orang islam sendiri yg tidk melaksanakan ajaran maka bisa jga dikatakan kafir. Karena kafir tidak terletak pada agamanya tapi terletak pada setiap invidu umat.
Wa'alaikum salam wa rohmatullahi wa barokatuh...
HapusBung Saiful, dalam ilmu agama, kita tidak bisa mendefinisikan suatu istilah berdasarkan pendapat pribadi kita sendiri, karena kita bukan Allah, dan kita bukan nabi. Definisi suatu istilah dalam agama harus berdasarkan penjelasan yang diberikan Allah Ta'ala, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, atau para sahabat Rasul, supaya ajaran agama itu terjaga kemurniannya. Kalau setiap orang bebas berpendapat, bebas mengemukakan definisi sesuai pendapatnya sendiri, dan tidak berdasarkan tuntunan Nabi, maka ajaran agama itu akan rusak, tercampur aduk antara ajaran Tuhan dengan pendapat manusia.
Begitu pula dengan definisi istilah kafir dalam agama Islam. "Kafir" dalam agama Islam tidak bisa diartikan melanggar ajaran, karena kalau diartikan demikian, maka orang yang berbuat dosa kecil pun akan dikatakan kafir, tentu itu tidak tepat. Orang Islam yang berjudi, minum minuman memabukkan, berzina, memakan riba, mereka tidak bisa dikatakan kafir, tetapi pelaku maksiat, atau orang fasik.
Seseorang baru dikatakan kafir kalau dia mengingkari Allah Ta'ala sebagai satu-satunya sesembahan dan mengingkari Muhammad Rasulullah SAW sebagai utusan-Nya. Orang kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah SWT yang disampaikan oleh rasul-Nya.
saya mau tanya, bagaimana jika orang ini dia non muslim,tapi dia dermawan,baik,ramah,murah senyum,suka bersedekah,menyantuni anak yatim piatu tapi dia bukan muslim, apakah dia kafir?
BalasHapus""bagaimana jika orang ini dia non muslim,""
BalasHapus------>>>>>> Non muslim ya kafir, karena tidak mau mengakui Allah Ta'ala sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan tidak mau mengakui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai utusan-Nya.
"",tapi dia dermawan, baik, ramah, murah senyum, suka bersedekah, menyantuni anak yatim piatu""
------>>>>>> Semua amal ibadah dan kebaikan orang kafir adalah sia-sia, tidak akan dihitung sebagai pahala di akhirat nanti, karena orang kafir tidak mau mengakui Allah sebagai Tuhannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Kami berikan balasan kepada mereka atas amal yang mereka lakukan. Kami jadikan amal orang-orang kafir sia-sia bagaikan debu yang beterbangan.” (TQS. Al-Furqan : 23)
“Orang-orang kafir itu semua amal mereka sia-sia. Semua yang mereka lakukan laksana fatamorgana di sebuah lembah... ” (TQS. An-Nur : 39)
wah kalau begitu mending orang non muslim jadi orang jahat aja ya dari pada jadi orang baik ternyata amal kebaikan mereka sia2 bagaikan debu yang berterbangan.. tapi hati mereka juga pasti tidak ingin menjadi orang jahat
HapusBukan begitu pola pikir yang benar.
HapusYang benar adalah, mending orang non muslim masuk Islam, bersyahadat, mengakui Allah Ta'ala sebagai satu-satunya sesembahan, dan mengakui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai utusan-Nya.
Kalau sudah masuk Islam, in syaa Allah semua amal kebaikannya seperti dermawan, baik, ramah, murah senyum, suka bersedekah, menyantuni anak yatim piatu akan diterima Allah Ta'ala dan dinilai sebagai pahala.
Kalau orang non muslim mau berbuat baik kepada sesama manusia, seharusnya mau juga donk berbuat baik kepada Tuhan yang menciptakan dirinya.
Jika kamu hanya mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah pahalamu? Bukankah pemungut cukai pun berbuat demikian? Kasihilah musuhmu berdoalah bagi yang menganiaya kamu. Saudara sebangsaku menurut saya kalau perbuatan baik itu tidak memandang agama, sebab apa gunanya seagama tapi tidak menjadi rahmat bagi orang sekitarnya?
HapusSoal mengasihi musuh, Islam sudah mengaturnya dengan sangat baik, perhatikan ayat berikut ini:
Hapus"Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui." (TQS. At-Taubah [9] : 6)
Ayat tersebut adalah aturan Islam yang harus diterapkan ketika terjadi kondisi perang. Bayangkan, dalam kondisi perang saja, Allah Ta'ala memerintahkan agar orang beriman melindungi musuh yang sudah menyerah dan meminta perlindungan, plus, masih ditambah lagi dengan perintah untuk mengantar musuh tersebut ke tempat yang aman. Itu dalam kondisi perang, apalagi dalam kondisi damai, maka wajib hukumnya berbuat baik kepada sesama manusia.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakan salat, dan tunaikanlah zakat.” (TQS. Al-Baqarah [2] : 83).
Kasus tersebut jika yg memenangkan perang kaum muslim, bagaimana kalau kaum muslim yg dianiaya? Pastilah jawabnya Jihad seperti yg terjadi di timteng..
HapusWajar donk kalau orang dianiaya, ya bela diri. Itu manusiawi sekali. Anda pun kalau dipukul pasti maunya membalas. Bohong besar kalau anda, anak istri anda, keluarga anda, seluruh sahabat dan teman-teman anda dianiaya, dibantai, dihabisi, terus anda memaafkan pelakunya, ga bakal.
HapusSecara logika manusia memang seperti itu, tapi Tuhan berkehendak jangan membalas orang yg berbuat jahat dan berdoalah bagi mereka, karena dengan demikian kita menjadi anak-anak Tuhan yg di sorga, yg menerbitkan matahari bagi orang baik dan orang jahat, yg menurunkan hujan bagi orang benar dan yang tidak benar. Kalau hanya mengasihi orang yang mengasihi apakah upahmu? Bukankah orang jahat dan tidak benar berbuat demikian juga?
HapusPara Nabi pun telah dianiaya dan mereka tidak membalas dengan tangan mereka sendiri, tapi pembalasan adalah hak prerogatif Tuhan itu sendiri.
HapusYang anda bahas itu soal larangan membalas dendam. “Balas dendam” dan “membela diri” adalah dua hal yang sangat berbeda.
HapusDalam Islam, balas dendam adalah hal terlarang, sedangkan bela diri adalah hal yang diperbolehkan.
Kalau anda dipukul, lalu anda balik memukul dan menendang, itu namanya balas dendam. Itu yang terlarang.
Tapi kalau anda akan dipukul, lalu anda menangkis serangan, itu namanya bela diri. Dan ini yang diperbolehkan, bela diri.
Kalau istri dan anak anda mau diperkosa dan dianiaya oleh perampok yang merampok rumah anda, trus anda cuma berdiam diri menyaksikannya, itu namanya pengecut.
Tapi kalau anda menyerang perampok itu untuk membela harga diri, harkat, dan martabat keluarga anda, itu baru namanya pemberani.
Satu lagi, Tuhan itu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Lihat Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas ayat 3.
-------------------------------------------------------
Anda mungkin mengetahui konsep Tuhan berkehendak jangan membalas orang yg berbuat jahat dan berdoalah bagi mereka, dari Alkitab atau Injil yang berbunyi:
“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;” (Lukas 6 : 27)
Perhatikan ya, di situ Tuhan mengajarkan mengasihi musuh. Tapi coba lihat di Alkitab / Injil yang sama, lihat 1 Samuel 15:3 di situ tertulis,
“Tuhan berfirman: Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai." (1 Samuel 15 : 3)
Ini aneh sekali, masa’ dalam satu kitab yang sama, kadang tuhan mengatakan kasihilah musuhmu, tapi di bagian lain tuhan mengatakan jangan ada belas kasihan kepada musuh. Tuhan koq menyatakan dua pernyataan kontradiktif?
Itu artinya, Alkitab / Injil yang selama ini anda jadikan pegangan dan pedoman hidup, bukan buatan Tuhan, tapi buatan manusia, dan tidak dapat dijadikan sebagai standard kebenaran, karena tidak ilmiah.
Masa’ Tuhan membuat pernyataan kontradiktif, masa’ tuhan ga konsisten?
Ga mungkin kan?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSaudaraku, sudahkah baca mengapa orang israel disuruh berbuat demikian?sudahkah baca alkitab dari kejadian sampai wahyu?
HapusBila saudara sudah membacanya bagus dan lebih bagus lagi anda mengerti isi keseluruhan buku tersebut. Jika anda yg adalah muslim mau mengutip ayat alkitab sedangkan anda tidak mempercayainya.
Bapak Tambunan, jelas Tuhan tidak menyuruh orang Israel atau siapa pun untuk membunuh bayi manusia dan hewan2 yang tak berdosa, perintah berbuat seperti teroris itu tentu bukan berasal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, tapi manusia biasalah yang menulis kalimat itu dalam Alkitab.
HapusSaya percaya Alkitab / Injil yang sekarang sebagai buku yang sudah dikontaminasi oleh tangan jahil manusia, dan sudah saya buktikan itu secara ilmiah.
Hanya Al-Qur'an saja yang saya yakini sebagai satu-satunya kitab suci yang otentik, asli berisi firman-firman Tuhan, tanpa terkontamisasi oleh ulah manusia.
Kalau begitu maaf saudaraku, saya meyakini Alkitab sekarang itu otentik, karena saya yakin Tuhan yg Maha Kuasa sanggup memilih manusia hanya untuk menjaga firmanNya. Memang ada tertulis nubuatan mengenai binatang yg akan merubah waktu dan hukum moral-Nya, dan hampir seluruh dunia menjalankan perintah binatang itu yg sama sekali berbeda dengan hukum Taurat dan kitab para nabi seperti yg tertulis di kitab saya. Salam damai
HapusKasihi Tuhanmu sebagai Seorang Sahabat dekat, kasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kasihi lingkunganmu, kasihi dirimu (kesehatanmu).
HapusSemoga Allah Ta'ala memberi anda hidayah iman dan Islam.
HapusSemoga roh kudus bekerja dalam hati anda dan menerima juruselamat pribadi anda
Hapusbiarlah kami dikatakan debu atau kotoran atau apalah yg lebih parah atau lebih menjijikkan lagi! "semua pasti ada waktunya" suatu saat pasti akan bermakna dan pasti dibutuhkan. selagi bumi berputar diporosnya mengelilingi matahari, siang ganti malam menandakan roda sedang berputar begitu juga kita yang beda agama. saran saya baiklah kita ketepikan perbedaan2 itu kedepankanlah ayat2 yg dapat atau yg diaminkan oleh semua agama dibumi ini.
BalasHapusAnda kurang teliti Sdr.Sinaga, coba baca lagi baik2,
HapusYang diumpamakan dengan debu yang beterbangan itu adalah amal perbuatan orang non muslim, bukan orangnya.
Jika semua dilakukan atas dasar pahala di akhirat berarti tidak ada keikhlasan dalam semua perbuatan.kalau tidak ikhlas menolong lebih baik tidak usah
BalasHapusDalam Islam, ada dua syarat yang harus dipenuhi agar amal ibadah dan kebaikan seseorang bisa diterima di sisi Allah Ta'ala, yaitu:
Hapus1) Ikhlas karena Allah
2) Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Jika cuma salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amal ibadah dan kebaikan itu menjadi tertolak.
Allah Ta'ala berfirman:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (TQS. Al-Kahfi : 110)
Ibnu Katsir rahimahullah (ahli tafsir Al-Qur'an) menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”, maksudnya selalu ikhlas karena Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussaya muslim, saya ingin ingin lebih mendalami agama Islam, karena yg terpenting menurut saya selama kita hidup di dunia adalah ilmu agama, menurut saya anda orang yg tepat untuk saya tanya, melalui apa saya bisa hubungi anda (cakrawalalogika)?
BalasHapusSilakan kirim email ke pangkalanbunder@yahoo.com
HapusMantab cakrawala logika. Semoga terus bisa berdakwah
BalasHapushttp://islamagamasetan.blogspot.com/2017/11/pengakuan-muhammad-bahwa-dirinya-nabi.html
BalasHapus