Di
dunia maya banyak sekali berseliweran artikel mengenai persoalan mengangkat
pemimpin. Kita umat Islam perlu waspada jangan sampai terpengaruh bujukan setan
dari tulisan tangan orang-orang kafir atau munafik. Orang-orang kafir jelas
sekali mengingkari ayat-ayat Allah SWT, sementara orang-orang munafik (yang mengaku dirinya Islam tetapi mendukung orang kafir agar menjadi
pemimpin di Indonesia) berupaya keras mencari alasan dengan
mengemukakan logika berpikir yang ngawur untuk menyimpulkan dalam tulisannya
bahwa umat Islam boleh memilih orang kafir sebagai pemimpin. Lalu bagaimana
yang benar, bolehkah umat Islam memilih orang kafir menjadi pemimpin baik
Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sebagai pemimpin?
Sebelum kita membahas lebih lanjut
mengenai boleh tidaknya umat Islam memilih orang kafir sebagai pemimpin, perlu
kita tegaskan terlebih dahulu mengenai definisi orang kafir. Siapa saja
orang-orang kafir itu? Bagaimana ciri-cirinya? Silakan anda pelajari dahulu
mengenai siapa orang kafir pada artikel Siapa orang kafir itu? Atau klik disini.
Nah, sekarang jelaslah sudah bahwa yang
dimaksud dengan orang kafir itu adalah Yahudi, Nasrani, dan orang-orang musyrik
seperti penganut agama Hindu, Budha, Konghucu, atau kepercayaan lain selain
Islam.
Allah SWT secara tegas dan lugas mengharamkan
umat Islam untuk mengangkat Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin kamu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5]: 51).
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat
agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Maidah [5]: 57)
Orang Islam yang memilih
orang kafir sebagai pemimpin tidak akan mendapat pertolongan dari Allah SWT.
“Janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin atau penolong) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah
ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu
yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS. Ali Imran [3]: 28).
Allah SWT telah
mengingatkan kaum muslimin bahwa orang kafir yang mengajukan diri sebagai
pemimpin kaum muslimin sebenarnya hanya akan menimbulkan mudharat bagi kaum
muslimin.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di
luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar
lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya.” (QS. Ali Imran [3]: 118)
Orang-orang kafir yang
mencalonkan diri sebagai pemimpin kaum muslimin hanya ingin kaum muslimin ikut
menjadi kafir seperti mereka.
“Mereka ingin supaya
kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi
sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika
mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya di
medan perang, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka menjadi
pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (QS. An-Nisa [4]: 89)
Allah SWT akan menyiksa
atau menurunkan azab kepada orang Islam yang mengangkat orang kafir sebagai
pemimpin.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS. An-Nisa [4]: 144)
Allah SWT melarang umat
Islam untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai teman setia dalam peperangan.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman
setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa
kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman
kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku
dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan
secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih
sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu
nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya
dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 1)
Jika ada orang yang
mengaku beragama Islam tetapi faktanya justru mendukung orang kafir untuk
menjadi pemimpin kaum muslimin, maka mereka itulah orang-orang munafik. Allah
SWT akan menyiksa orang-orang munafik dengan azab yang pedih.
“Kabarkanlah kepada
orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi awliya’ (teman-teman
penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari
kekuatan di sisi orang kafir itu? Sesungguhnya semua kekuatan adalah milik
Allah. Sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Quran
bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan
(oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga
mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat
demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan
mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada
dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah
mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu ?” dan jika
orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah
kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Allah
akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali
tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman.” (QS. An-Nisa [4]: 138-141)
Menurut Al Raghib Al Asfahani (pakar bahasa Al-Qur’an;
wafat tahun 425 H), kata Al Wala’ dan Al Tawali adalah menyatunya
dua hal atau lebih sehingga tidak ada unsur di antara keduanya yang bukan dari
mereka. Makna tersebut menekankan arti kedekatan pada sisi tempat, nasab,
agama, persahabatan, pertolongan, dan keyakinan. Sedangkan Al Wilayah
berarti pertolongan, dan juga berarti menguasai suatu urusan (memimpin). (lihat
kitab Mufradat Alfaz Al Qur’an, halaman 885).
Ayat Al-Qur’an yang menunjukkan arti “pertolongan” antara
lain:
“Allah adalah wali (penolong) orang-orang yang beriman” (QS.
Al-Baqarah [2]: 257) dan “Sesungguhnya wali (penolong) ku adalah Allah” (QS. Al
A’raaf [7]: 196).
Ayat yang menunjukkan arti “penguasaan atau kepemimpinan”
antara lain:
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah,
Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu)
kepunyaan-Nya.” (QS. Al An’am [6]: 62)
“Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi,
jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia
yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang
benar”. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 6)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Maidah [5]: 51). (lihat kitab Mufradat Alfaz Al Qur’an, halaman 885)
Umat Islam yang telah mengetahui bahwa haram hukumnya
memilih dan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin kaum muslimin harus
benar-benar meyakini bahwa larangan tersebut adalah kehendak Allah SWT yang
harus dituruti atau dipenuhi. Jika ada yang ragu-ragu terhadap larangan Allah
SWT tersebut, maka Allah SWT tidak akan memberi ampunan kepada mereka yang
ragu-ragu atau tidak yakin dengan larangan Allah SWT.
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. Sesungguhnya orang-orang
yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi,
kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi
ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang
lurus.” (QS. An-Nisa [4]: 136-137).
Di akhir rangkaian ayat yang melarang menjadikan kafir
sebagai wali/pemimpin umat Islam, Allah ta’ala menyatakan “dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman.” Ibnu Katsir menulis (lihat vol.2/386-387), kalimat
tersebut adalah bantahan terhadap orang munafik yang berharap hancurnya kelompok
orang-orang beriman, dan perilaku mereka yang pro kaum kafir karena takut akan
keselamatan jiwa mereka jika kaum kafir mengalahkan kaum beriman dan memusnahkannya
hingga ke akar-akarnya. Allah membantah itu semua dengan menyatakan tidak
mungkin Allah berikan jalan kepada kafir untuk memusnahkan kaum Muslimin. Hal
ini ditekankan agar kita tidak “menyesalinya” di kemudian hari (lihat QS. Al-Maidah:
52). Konsekuensi keimanan terhadap pernyataan itu adalah umat Islam tidak boleh
gentar dan takut kepada kekuatan kaum kafir, apalagi ketakutan itu sampai taraf
berkoalisi dengan mereka dengan dalih untuk melindungi nyawa kaum Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar