Kamis, 19 November 2015

Hari Perhitungan

Setelah manusia mati, manusia akan dibangkitkan kembali menjadi manusia yang utuh, benar-benar utuh sebagaimana dulu ia hidup di dunia sebelum mati. Kebangkitan setelah mati adalah kebenaran yang pasti, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat”. (TQS. Al-Mu’minun [23] : 15-16). Kebangkitan jasad manusia secara utuh setelah hancur akan dimulai dari sel tulang ekor. Setelah dibangkitkan menjadi manusia yang utuh kembali, lalu semua manusia akan berhadapan dengan yaumul hisab. Apa itu yaumul hisab

Sebelum kita membahas yaumul hisab, kita perlu tau dulu, bagaimana kelak kondisi manusia dibangkitkan, apakah sama yang dialami oleh orang-orang beriman dengan orang-orang kafir? 

Orang yang bertakwa, yang mentauhidkan Allah, menaati Allah dan Rasul-Nya, akan dikumpulkan sebagai tamu terhormat, sedangkan orang yang durhaka karena berbuat syirik dan maksiat akan digiring dalam keadaan kehausan seperti hewan ternak, sebagaimana firman Allah Ta’ala: 

“(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai utusan terhormat dan Kami akan menggiring orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (TQS. Maryam [19] : 85-86). 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang (tidak berpakaian), dan tidak disunat (dikhitan)”. Mendengar sabda Rasulullah tersebut, Aisyah radhiyallahu‘anha bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kami satu sama lain saling memandangi aurat?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan firman Allah Ta’ala, ”Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (TQS. ‘Abasa [80] : 37). Percakapan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah tersebut dapat dilihat di HR. Muslim No. 2859 dan HR. Tirmidzi dalam kitab Ma’arijul Qobul II/185. 

Yaumul hisab adalah hari perhitungan amal perbuatan manusia selama hidup di dunia, hari diperlihatkannya amalan manusia oleh Allah Ta’ala. Hari perhitungan pasti terjadi, Allah Ta’ala berfirman: 

“Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (TQS. Al-Ghasyiyah [88]: 25-26). 

Bagaimana seorang mukmin dihisab? Allah akan bersendirian dengan seorang mukmin tanpa seorang pun yang melihatnya. Allah akan membuatnya mengakui dosa-dosanya dengan mengatakan kepadanya: “Engkau telah melakukan demikian dan demikian … ” sehingga dia mengakui dan mengenal dosa-dosanya itu. Kemudian Allah katakan, “Aku tutup dosamu di dunia dan Aku mengampunimu hari ini.” 

Lalu bagaimana dengan orang-orang kafir? Orang-orang kafir tidak akan dihisab (diperhitungkan) sebagaimana orang yang ditimbang kebaikan dan kejelakannya, karena kebaikan orang kafir tidak dinilai sama sekali. (Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 383) Kebaikan-kebaikan orang kafir hanya akan dinilai seperti debu yang beterbangan, sebagaimana firman Allah Ta’ala: 

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (TQS. Al-Furqon [25]:23) 

Setiap perbuatan dan tingkah laku kita hingga yang remeh sekalipun akan dicatat pada kitab amalan. Allah Ta’ala berfirman: 

“”Aduhai celaka kami (orang-orang kafir), kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya”; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun juga.” (TQS. Al-Kahfi [18]:49). 

Kitab tersebut akan memuat catatan amal kebaikan dan kejelekan yang telah kita lakukan di dunia. Kitab tersebut akan diambil di sisi kanan dan kiri. Sungguh beruntung orang mukmin yang mendapat kitab tersebut dengan tangan kanannya dan dia akan sangat berbahagia. Dan sangat merugilah orang kafir yang mendapatkan catatan amalnya dengan tangan kirinya dan dia akan celaka. Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan, sebagaimana firman Allah Ta’ala: 

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (TQS. Al-Qari’ah [101]: 6-9) 

Sebelum memasuki surga atau neraka, manusia akan melewati Shiroth, yaitu jembatan yang direntangkan di atas neraka jahannam yang akan dilewati umat manusia. Orang beriman akan berjalan melalui shiroth sesuai dengan amalan mereka, sedangkan orang kafir langsung masuk dalam neraka tanpa melewati shiroth. Di antara mereka ada yang berjalan sekejap mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat hembusan angin, ada yang berjalan secepat kuda, ada yang berjalan seperti penunggang unta, ada yang dengan berlari, ada yang dengan berjalan santai, ada yang dengan merangkak, dan ada pula yang jatuh dalam neraka. 

Berjalan di shiroth bukanlah ikhtiyar (usaha) manusia. Seandainya meniti shiroth adalah usaha manusia, tentu semua manusia akan berusaha berjalan melewati shiroth secepat dan sehati-hati mungkin. Namun, manusia melewati shiroth tergantung dari amalannya di dunia. Barangsiapa yang bersegera melakukan amalan sesuai dengan petunjuk Rasulullah, maka dia akan semakin cepat dalam melewati shiroth. Sebaliknya, barangsiapa yang semakin lambat dalam melakukan amalan, maka dia akan semakin lambat pula dalam melewati shiroth. Balasan itu tergantung dari amal perbuatan. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 386-387) 

Barangsiapa yang selamat melewati shiroth, maka dia akan masuk surga. Orang yang pertama kali masuk surga adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada yang masuk ke surga sebelum beliau. (HR. Muslim No.188). 

Umat yang pertama kali akan memasuki surga adalah umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu apakah surga dan neraka saat ini sudah ada? 

Menurut aqidah yang benar, surga dan neraka saat ini sudah ada sebagaimana firman Allah Ta’ala: 

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Ali Imran [3] : 133) dan firman Allah Ta’ala: ”Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (TQS. Ali Imran [3] : 131) 

Indahnya surga tidak bisa dibayangkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati. (HR. Muslim No. 2824) 

Dahsyatnya neraka digambarkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Api kalian ini yang dinyalakan oleh anak cucu Adam hanyalah 1 bagian dari 70 bagian dari panasnya api Jahannam. Mereka berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, api di dunia ini saja sungguh sudah cukup (untuk menyiksa).” Maka beliau bersabda, “Maka sesungguhnya api jahannam dilebihkan 69 kali lipat panasnya, dan setiap bagiannya (dari 69 ini) mempunyai panas yang sama seperti api di dunia.” (HR. Al-Bukhari No.3265 dan Muslim No.2843). 

Itulah masa depan kita yang sebenarnya. Cepat atau lambat, bisa besok atau lusa, kita akan mati, jasad kita hancur, lalu Allah bangkitkan lagi kita seperti semula. Hari setelah kita dibangkitkan itulah yang amat sangat penting untuk kita persiapkan sejak sekarang, karena setelah kita dibangkitkan untuk menjalani hidup yang kedua kalinya, tidak akan ada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri, tidak ada waktu lagi untuk beramal. 

Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan iman kita agar kita tetap berada di jalan-Nya yang lurus.




Artikel Terkait Sains

2 komentar:

  1. Benarkah kita tidak akan mengenal satu sama lain,bahkan orang tua kita sendiri ?

    BalasHapus
  2. Allah Ta’ala berfirman:
    “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (TQS. At-Thuur: 21)

    Nanti di akhirat, bila seseorang beriman kepada Allah Ta’ala dan punya keturunan yang juga beriman sebagaimana keimanan orang tua mereka, maka Allah Ta’ala akan mempertemukan mereka dengan orang tua mereka di dalam surga. Mereka akan berkumpul lagi untuk reuni sebagaimana dahulu mereka di dunia sama-sama menjadi keluarga yang beriman kepada Allah Ta’ala.

    Jadi, Allah Ta’ala akan membuat orang beriman saling mengenal dengan anggota keluarganya yang juga beriman.

    Tapi perlu dicatat, bahwa anak mengenal orang tua dan orang tua mengenal anaknya di surga, hanya bisa terjadi jika mereka semua memang layak menjadi penghuni surga. Sedangkan bila tidak masuk surga, tentu saja tidak bisa bertemu dan tidak akan saling kenal. Sebab kalau tidak masuk surga, berarti masuk neraka. Sedangkan penghuni surga dan penghuni neraka tidak akan bertemu lagi.

    “Kasihan dong bila seorang penghuni surga ingat dengan keluarganya, tapi ternyata keluarganya itu tidak masuk surga?

    Membuat orang tidak saling kenal atau lupa dengan anggota keluarganya adalah sangat mudah bagi Allah Ta’ala, karena sangat mungkin bagi Allah untuk menghilangkan ingatan para penghuni surga tentang keluarga mereka yang tidak masuk ke surga. Jadi tidak perlu lagi bersedih, karena memori di otak mereka terhapus. Sehingga tidak ada perasaan rindu kepada keluarganya yang ada di neraka.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...