Minggu, 14 Juli 2013

Hukum Menegakkan Syariah Islam di Indonesia (1)

Pagi ini saya baru saja membaca sebuah tulisan yang menurut saya bagus soal penegakkan Syariah Islam. Ustadz Ahmad Sarwat, Lc yang memberikan penjelasan. Awalnya ada pertanyaan dari R. Abdurrohman di Kabupaten Sragen, Surakarta, Jawa Tengah tentang penegakkan syariah Islam, apakah wajib hukumnya bagi kaum muslimin untuk menegakkan Syariah Islam atau Sunnah. Ustadz Ahmad Sarwat lalu memberikan jawaban yang lugas dan logis. Karena pembahasannya cukup panjang, maka tema "Hukum Menegakkan Syariah Islam di Indonesia" akan saya bagi menjadi tiga bagian. Ini adalah bagian pertamanya. Wajibkah menegakkan Syariat Islam di Indonesia? Yuk simak penjelasannya..

Jawaban dari pertanyaan yang sederhana ini juga sederhana, hukumnya wajib, bukan sunnah. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka dia adalah orang yang kafir (QS. Al-Maidah: 44)

Tapi, yang tidak sederhana adalah penegakan. Maksudnya penegakan syariat Islam secara sempurna. Kalau sekedar tegak dalam arti sempit, sebenarnya sih sudah boleh dianggap ada, walau hanya seadanya.

Di masa sekarang ini, kita juga berhadapan dengan sebagian umat Islam, tapi sangat anti dengan syariah Islam. Pokoknya apa pun yang berbau istilah syariah, langsung diveto dan diberi kartu merah, termasuk nasib perda-perda yang dianggap bernuansa syariah.
Padahal sebenarnya sadar atau tidak sadar, kita sudah menjalankan syariat Islam, bahkan saudara-saudara kita yang 'anti' syariah, tanpa sadar mereka sudah menjalankan syariah Islam.

Buktinya ke mana-mana mereka pakai baju dan celana. Seandainya mereka anti syariah Islam, maka ke mana-mana mereka pasti telanjang bulat, persis kambing dan kerbau.
Buktinya mereka menikah dengan sah, meski sering sinis dengan penegakan syariah. Kalau mereka tidak menjalankan syariah Islam, pastilah mereka tidak menikah tapi kumpul kerbau dan jadi pelanggan rumah bordil.

Buktinya mereka ikut puasa di bulan Ramadhan, meski tetap sinis dengan syariah Islam. Kalau mereka tidak menjalankan syariah Islam, seharusnya mereka makan di siang hari bulan Ramadhan. Dan tanpa sadar, pada hakikatnya kita semua sudah mengakui dan bahkan menjalankan syariah Islam, walaupun masih parsial atau sepotong-sepotong.

Jadi kendala utama kita tinggal menyempurnakan kekurangannya saja, bukan memulai dari awal. Penyadaran seperti ini penting buat shock theraphy kepada saudara-saudara kita yang sok anti penegakan syariah Islam. Dan problem terbesar dari penegakan syariah Islam memang bersumber dari mereka, yaitu saudara kita sendiri yang sebenarnya masih sujud setidaknya 17 kali sehari semalam kepada Allah SW, di mana dalam doa ifitiah yang baca, ada tersebutkan lafadz, "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah Rabb alam semesta."

Jadi tugas kita sebenarnya tidak terlalu sulit, karena secara prinsip dasar, umat Islam di Indonesia sudah mengakui bahwa dia telah berserah diri kepada Allah SWT. Mana mungkin orang yang sudah menyatakan diri seperti itu, tiba-tiba jadi penentang utama syariah Islam.


Terjebak Jargon

Salah satu kendala utama kenapa orang anti dengan syariah Islam adalah karena 'kalahnya' kita dari kekuatan kafir. Mereka telah dengan efektif berkampanye untuk memperburuk citra syariah Islam. Hal itu bisa kita buktikan dengan mudah. Berapa banyak umat Islam yang kalau mendengar istilah 'syariah', tiba-tiba seolah tersihir dan merasa phobi, takut, serem, bergidik, dan deg-degan. Soalnya yang langsung terbayang adalah kapak tajam yang akan memenggal kepala manusia ala peradaban kuno.

Tapi itulah yang telah berhasil dilakukan oleh lawan-lawan syariah Islam. Mereka berhasil membuat tulisan, opini, ajakan, dan trend yang ujung-ujungnya membuat orang takut pada istilah syariah. Maka seharusnya kita juga harus punya strategi yang menarik untuk mencuri perhatian khalayak. Kalau sekarang ini mereka sedang phobi dengan istilah syariah dan sejenisnya, toh kita tidak harus pusing kepala dan marah-marah sendiri. Mungkin tidak ada salahnya kita menggunakan istilah lain. Toh, apalah arti sebuah nama, pinjam celoteh si Shakespiere.


Misal yang sederhana, kita bisa gunakan istilah 'peradaban maju' sebagai ganti dari istilah yang terlanjur sudah membuat orang panas dingin. Kita bisa katakan mari kita bentuk masyrakat yang 'berperadaban maju', dengan tidak menyisakan ruang bagi penipuan, pencurian, termasuk perzinaan yang sangat hewani itu. Dan yang dimaksud dengan 'peradaban maju' tidak lain adalah tegaknya syariah Islam, yang isinya bukan hanya potong tangan, rajam, cambuk dan penggal kepala, tapi memang sepenuhnya berisi kemajuan, keadilan, kemanusiaan, ketinggian derajat manusia, pemerataan kesejahteraan dan seterusnya. Silahkan teruskan sendiri.

Artikel Terkait Politik

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...