Rabu, 21 Desember 2016

Islam dan Keadilan

Bismillah

Pada tulisan sebelumnya kita sudah membahas soal nasionalisme dan 'ashobiyah. Sudah kita pahami pula bahwa nasionalisme adalah salah satu bentuk 'ashobiyah. Mungkin ada pembaca yang bilang dalam hati, “Koq kayaknya ngeri banget ya, Islam rela menomorduakan kebhinekaan, keberagaman, kebersamaan, dan toleransi antar umat beragama demi membela aqidah?” Islam ga seseram itu koq. Islam mengajarkan membela aqidah tapi juga mengajarkan untuk menegakkan keadilan. Adil terhadap siapa saja, termasuk kepada orang kafir, fasik, atau zalim sekali pun. 

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS. Al-Maaidah [5]: 8). 

Bila terhadap orang-orang kafir saja Allah Ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tetap berbuat adil, maka bagaimana lagi dengan sesama kaum muslimin, yang mereka telah terikat dengan ikatan aqidah. Selama mereka tidak terjatuh kepada kekufuran, maka sudah selayaknya mereka diperlakukan sebagai saudara. 

Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk melerai dua pasukan kaum muslimin yang akan berperang seraya memerintahkan untuk kembali kepada hukum Allah, 

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (TQS. Al Hujuraat [49] : 8). 

Begitu pun dalam setiap perselisihan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin hari ini. Sudah selayaknya bagi kaum muslimin untuk mengembalikan semua persoalan itu kepada hukum Allah, karena standard kebenaran dan keadilan dalam Islam hanyalah ketetapan Allah dan Rasul-Nya. 

Tidak ada satu orang pun yang berhak mengklaim kebenaran tanpa memiliki landasan yang jelas. Tidak seorang imam dalam sebuah jama’ah dakwah, tidak sebuah organisasi jihad, tidak selain Allah dan Rasul-Nya. Apalagi bila kita menyandarkan kebenaran dan keadilan kepada syahwat dan hawa nafsu. 

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisaa` [4] : 59) 

Setelah ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya jelas, maka wajib bagi kaum muslimin untuk berlapang dada. Allah Ta’ala berfirman: 

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS. An-Nisaa` [4] : 65). 

Allah Ta'ala menafikan keimanan bagi siapa saja yang menolak ketetapan-Nya dan ketetapan Rasul-Nya. Hal ini disebabkan bahwa berhukum adalah bagian dari ibadah yang tidak boleh tidak harus tunduk kepada-Nya semata. Bila seseorang telah memalingkan diri kepada selain-Nya dalam urusan berhukum, maka ia berarti terjatuh ke dalam kemusyrikan.  
Sikap yang adil, mendahulukan hukum Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari 'ashabiyah dan taklid buta merupakan kewajiban yang harus ditanamkan dalam diri setiap muslim. Sikap ridha terhadap kebenaran dari manapun datangnya adalah ciri dari ke-tawadhu-an seseorang. Sedangkan menolak kebenaran yang datang, apa pun alasannya, apalagi sebagai sebuah upaya merendahkan orang lain, adalah bagian dari kesombongan, yang Allah telah berjanji tidak akan membukakan surga bagi mereka yang di dalam hatinya masih terdapat kesombongan meski sebesar biji dzarrah. 

“Dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi kesombongan. Berkata seseorang: Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang selalu mengenakan pakaian dan sandal yang bagus-bagus. Rasulullah bersabda : Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim, No.131) 

Jadi, bagi kaum muslimin yang masih mengelu-elukan nasionalisme atau 'ashobiyah, janganlah sombong, terimalah dengan lapang dada bahwa nasionalisme yang diajarkan kepada kita selama ini adalah ‘ashobiyah yang terlarang dalam Islam. 

Saya mengajak kaum nasionalis untuk kembali kepada Islam bukan karena saya tidak cinta bangsa Indonesia. Justru karena saya cinta bangsa Indonesia, saya ajak bangsa ini untuk menerapkan Islam secara kaffah, agar bangsa Indonesia bisa selamat di dunia dan akhirat, dan Indonesia bisa menjadi negeri yang berkah. 

Allah Ta’ala berfirman: 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’raaf [7] : 96) 

Mari kita bersatu dalam bingkai Islam, bukan dalam bingkai yang lain. Jika umat Islam bersatu, maka berapa pun kekayaan kaum kapitalis dan kaum sekuler yang dikerahkan untuk menyatukan hati orang-orang kafir tidak akan dapat mengalahkan persatuan hati umat Islam. 

Allah Ta’ala berfirman: 

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kalian membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kalian tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Anfal [8] : 63) 

Kalau kaum muslimin meninggalkan Islam dan memilih jalan lain, berkuranglah kenikmatan ukhuwah islamiyah, berbanding lurus dengan jauhnya umat dari jalan Islam. Semakin jauh mereka meninggalkan agama Allah, semakin besar pula perpecahan yang terjadi di tengah mereka. 

Upaya mengajak kaum muslimin untuk kembali kepada tauhid dan ajaran Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah upaya untuk merajut kembali persatuan umat Islam. Tidak ada jalan lain untuk merajut kembali kenikmatan ukhuwah kecuali dengan menebarkan dakwah Islam, tanpa ta’ashshub (fanatik) terhadap siapa pun. Tanpa ada tarikan hawa nafsu maupun kepentingan-kepentingan pribadi, golongan, kelompok, organisasi, atau partai politik. 

Upaya-upaya menyatukan umat Islam dengan mematikan amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya mengekalkan dan membiarkan perpecahan. Begitu juga upaya yang dilakukan yayasan, ormas, LSM, atau partai politik pemberi dana bantuan untuk menjinakkan hati manusia dan menyatukannya dalam satu barisan dalam keadaan aqidah mereka berbeda-beda, adalah bentuk kebodohan karena melupakan apa yang Allah Ta’ala firmankan pada ayat di atas: 

“Walaupun kalian membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kalian tidak dapat mempersatukan hati mereka.” 

Apalagi upaya untuk meleburkan semua pemahaman atau sinkretisme agama. Semua upaya itu sama ujungnya, mematikan amar ma’ruf nahi mungkar dan membiarkan perpecahan. 

Islam adalah satu-satunya jalan untuk menyatukan kaum muslimin dimana pun berada, bukan nasionalisme. Tinggalkanlah nasionalisme, sebab Allah Ta’ala berfirman: 

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (TQS. Al-An’am [6] : 153) 

Semoga Allah Ta’ala memberi hidayah kepada kaum nasionalis agar kembali pada Islam yang sesungguhnya.






Artikel Terkait Ideologi

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...