Minggu, 27 Desember 2015

Maulid Nabi dan Natal

Gara-gara gambar di sebelah ini sudah menyebar luas di medsos, saya jadi merasa terpanggil untuk menjelaskan al-haq (kebenaran). Gambar ini mungkin adalah upaya penyesatan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ingin merusak akidah umat Islam dengan memanfaatkan momen Natal dan Maulid Nabi yang berdekatan. Halus sekali memang cara mereka menyesatkan umat. Tapi sudahlah, kita ga usah membahas siapa dan dimana oknum tersebut, yang bakal kita bicarakan hanya penyimpangan pemikirannya saja supaya kita ga terjebak dengan pemikiran sesat seperti gambar di samping. Emang apa yang salah dari gambar di samping? Yuk kita ulas. 


Kita akan membahas gambar ini dari tiga sisi, yakni dari sisi Nabi Isa alaihis salam (untuk mempersingkat penulisan selanjutnya saya tulis “Nabi Isa as”), Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (selanjutnya saya tulis “Nabi Muhammad SAW”), dan Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu (selanjutnya saya tulis “Ali ra”).

Pertama, dari sisi Nabi Isa as. Dalam gambar tersebut, disebutkan Maulid Nabiyullah Isa as atau dengan kata lain kelahiran Nabi Isa as. Gambar itu menyampaikan pesan bahwa Nabi Isa as dilahirkan pada 25 Desember, padahal Al-Qur’an dan Injil sendiri menyatakan bahwa Nabi Isa as dilahirkan bukan pada musim dingin (Desember), melainkan pada musim panas atau musim gugur (sekitar bulan September). Di dalam Al-Qur’an, tanggal kelahiran Nabi Isa as tidak disebutkan secara pasti. Namun, kisah kelahiran beliau dapat kita simak dalam Surat Maryam [19]: 

“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,” (TQS. Maryam [19] : 23 -25) 

Coba perhatikan kalimat yang diucapkan oleh Jibril, “buah kurma yang masak”, itu berarti Nabi Isa as lahir pada saat pohon-pohon kurma sedang berbuah dan siap panen, dan rata-rata buah kurma masak di pohon adalah pada bulan Agustus-September, bukan Desember. Di dalam Injil, tanggal kelahiran Nabi Isa as juga tidak disebutkan secara pasti. Namun, kisah kelahiran beliau bisa diketahui dalam beberapa ayat. 

Lukas 2 : 4 – 7. 
Ayat-ayat ini menginformasikan bahwa Maryam binti ‘Imran saat hamil tua bepergian ke Yerusalem, setibanya di sana ia tidak mendapatkan penginapan karena semuanya sudah penuh terisi, sehingga ia melahirkan di palungan (tempat jerami). Lalu dalam Lukas 2 : 41 ada keterangan bahwa setiap tahun orang tua Nabi Isa as datang mengunjungi Yerusalem di Hari Raya Paskah yaitu Hari Raya Bani Israil yang jatuh pada awal musim gugur. Itulah sebabnya, walau hamil tua Maryam binti Imran tetap bepergian karena pentingnya hari raya tersebut, dan itu pula sebabnya semua penginapan penuh karena di hari raya tersebut semua Bani Israil mendatangi Yerusalem. Artinya, menurut Injil, Nabi Isa as lahir di awal musim gugur, dan itu tentu bukan bulan Desember melainkan awal September. 

Lukas 2 : 8 – 11. 
Ayat-ayat ini menginformasikan bahwa di MALAM kelahiran Nabi Isa as, di sekitar Yerusalem PARA GEMBALA SEDANG MENJAGA KAWANAN TERNAKNYA DI PADANG TERBUKA. 

Ezra 10 : 9 – 13 serta Kidung Agung (Nyanyian Solomon) 2 : 9 – 11
Ada keterangan bahwa di musim hujan / dingin semua ternak disimpan dalam kandang dan semua manusia berada di rumah, tidak keluar tanpa keperluan yang mendesak, karena mereka tidak sanggup menahan dingin di luar rumah. Dengan demikian, Injil menunjukkan bahwa saat Nabi Isa as dilahirkan bukan musim hujan / dingin, karena manusia dan ternak masih sanggup di padang terbuka pada malam hari. Artinya, Nabi Isa as tidak dilahirkan bulan Desember, karena Desember di Yerusalem musim hujan dan hawa sangat dingin, sehingga tidak mungkin ada rombongan gembala pada malam hari menjaga kawanan ternak di padang terbuka.

I Tawarikh (Chronicle) 24 : 10 dan Lukas 1 : 5 – 38. 
Ayat-ayat ini menginformasikan bahwa Nabi Zakaria as dan rombongannya dalam kelompok Abia mendapat tugas menjaga Rumah Tuhan pada giliran ke delapan, dan itu menurut Kalender Hebrew jatuh pada tanggal 27 Iyar – 5 Sivan, atau bertepatan dengan tanggal 1 – 8 Juni (Awal Juni). Lalu ketika tugas itulah Nabi Zakaria as mendapat wahyu tentang kehamilan istrinya yang kelak akan melahirkan Nabi Yahya as. Artinya, 9 bulan setelah tugas itu menurut masa kehamilan normal maka Nabi Yahya as dilahirkan, yaitu awal Maret. Kemudian diinformasikan bahwa usia Nabi Isa as 6 bulan lebih muda daripada Nabi Yahya as. Artinya, jika Nabi Yahya as dilahirkan awal Maret maka Nabi Isa as dilahirkan 6 bulan sesudahnya, yaitu awal September. Dengan demikian Injil menginformasikan bahwa Nabi Isa as tidak dilahirkan bulan Desember, tapi awal September. 

Jadi, jelaslah sudah bahwa Nabi Isa as tidak dilahirkan pada bulan Desember, sehingga informasi tentang kelahiran Nabi Isa as pada tanggal 25 Desember adalah penipuan atau pembohongan publik yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara syar’i mau pun secara ilmiah. Nabi Isa as tidak pernah mengajarkan para pengikutnya untuk merayakan hari kelahiran Nabi Isa as atau hari Natal. Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 M oleh Paus Liberius yang ditetapkan tanggal 25 Desember sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai hari kelahiran Nabi Isa as (Natal). 

Jadi, perayaan Natal itu baru ada 300 tahun setelah peristiwa diangkatnya Nabi Isa as ke langit oleh Allah Ta’ala. Itu bukti nyata bahwa Nabi Isa as tidak pernah mengajarkan perayaan Natal. Perayaan Natal setiap 25 Desember bukan ajaran Nabi Isa as, tapi ajaran hasil kejahatan para pengkhianat ajaran Nabi Isa as yaitu Kaisar Konstantin dan para uskup, dan itu adalah bid’ah yang mungkar. 


Kedua, dari sisi Nabi Muhammad SAW. 

Dalam gambar tersebut, disebutkan Maulid Nabi Muhammad SAW, atau dengan kata lain perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Padahal, Nabi Muhammad SAW tidak pernah sama sekali mengajarkan umatnya untuk merayakan hari kelahiran beliau. Perayaan maulid nabi itu bukan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, tetapi ajaran Syiah sejak tahun 362 H yang memang hobi banget ngadain maulid-maulidan. 

Syiah ngajarin banyak jenis maulid. Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” 

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy (mufti Mesir) dalam kitabnya mengatakan bahwa Syiah-lah yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H. 

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun / Fatimiyyun / Syi'ah. Tradisi syi'ah yang senang ngadain maulidan lalu diikuti oleh Muzhaffaruddin Al-Kaukabri (Raja Irbil, Irbil sekarang jadi Irak) pada awal abad ke-7 Hijriyah dengan mengadakan peringatan Maulid Nabi secara besar-besaran. Karena saat itu Sultan Muzhaffaruddin melibatkan banyak ulama, maka kemudian maulidan dianggap sebagai tradisi Islam, padahal maulidan sama sekali bukan ajaran Islam, tapi perayaan yang meniru orang-orang Syi’ah, Kristen, dan Pagan. 

Dengan demikian, jelaslah kesalahan dari gambar tersebut. Kedua nabi yang mulia, Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa as, tidak pernah mengajarkan maulidan, natalan, atau perayaan hari kelahiran. 

Ketiga, dari sisi Ali r.a. 

Ali r.a. adalah sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW. Sebagai anggota keluarga atau ahlul bait Nabi Muhammad SAW, tentu Ali r.a. memiliki kedudukan mulia. Tapi, ada yang aneh dengan gambar tersebut. Jelas-jelas di sana, di bagian atas, sudah dikutip dua nama nabi besar, yakni Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa as, tapi kenapa lalu dimunculkan kutipan kata-kata yang “katanya” adalah kata-kata Ali r.a.? Kenapa tidak mengutip kata-kata Nabi Muhammad SAW? 

Kalo emang itu kata-kata yang diucapkan oleh Ali r.a., lalu mana catatan sejarahnya? Dalam kitab apa kalimat “saudaramu dalam kemanusiaan” dimuat? Lalu apa esensinya menghadirkan nama Ali r.a. dengan mencantumkan "Sayyidina" di depan nama beliau? Mungkin saja gambar tersebut dibuat oleh orang Syi’ah yang hendak menonjolkan Ali r.a. sebagai manusia yang sejajar kedudukannya dengan dua nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa as. Syi’ah kan emang terbiasa lebay alias ghuluw dalam memperlakukan Ali r.a. 

Sebagai penutup tulisan ini, intinya, gambar tersebut menyesatkan, tolong jangan disebar lagi di sosmed kalo ada yang mirip-mirip begituan tahun depan yak.




Artikel Terkait Syiah

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...