Senin, 03 Maret 2014

Hormat Bendera itu HARAM (2)

Masih ingat sejarah ketika Nusantara dijajah Jepang? Jepang memaksa bangsa pribumi untuk melakukan seikerei (membungkukkan badan ke arah Tokyo atau ada juga yang menyebutkan ke arah matahari terbit sebagai penghormatan kepada Kaisar Jepang atau Dewa Matahari). Lalu bagaimana sikap para ulama di Indonesia waktu itu? Jelas mereka kompak menolak tegas dan menentang keras melakukan seikerei karena penghormatan kepada selain Allah SWT adalah perbuatan syirik, menyekutukan Allah SWT dengan sembahan lain, dan dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sekarang coba pikirkan, apa persamaan antara Kaisar Jepang dengan bendera Merah Putih? 

Mereka sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT, mereka tidak boleh disembah, tidak boleh dihormati secara berlebihan dan melampaui batas. Melakukan penghormatan kepada bendera Merah Putih sama saja dengan seikerei, sama-sama bentuk penghormatan kepada makhluk. Sedangkan prinsip yang benar adalah penghormatan hanya ditujukan kepada Allah SWT saja, bukan kepada yang lain. 

Sekarang kita lanjutkan pembahasan pada artikel sebelumnya. Pada artikel yang lalu, kita sudah memahami dua alasan mengapa para ulama dunia mengharamkan penghormatan yang berlebihan kepada bendera. Berikut ini alasan yang ketiga hingga kelima. 

3. Sarana yang Dapat Mengantarkan kepada Syirik 
Ketika seorang menghormati suatu benda melebihi kadarnya, maka sangat dikhawatirkan hal itu dapat mengantarkannya kepada perbuatan syirik, yaitu syirik dalam ibadah hati; berupa pengagungan kepada makhluk sebagaimana pengagungannya kepada Allah Ta’ala, atau bahkan lebih. 

Pentingnya menjaga tauhid dengan menghindari hal-hal yang bisa mengantarkan kepada syirik telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya dalam kisah penebangan sebuah pohon bersejarah, bukan sekedar benda mati, tapi makhluk hidup yang pernah menjadi “saksi” perjuangan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat. Bukan cuma itu, ternyata pohon ini juga disebut dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah Ta’ala berfirman: 

“Sesungguhnya Allah telah ridho terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon itu.” (QS. Al-Fath [48]: 18) 

Juga disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits: 

“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang berbai’at di bawah pohon itu.” (HR. At-Tirmidzi) 

Mungkin sebagian orang mengatakan, “Sangat keterlaluan orang yang tidak menghormati pohon tersebut, terlebih pohon itu makhluk hidup,” tetapi sahabat memahami bahwa menghormati haruslah sesuai dengan ajaran agama, dan lebih penting dari itu adalah menjaga tauhid dibanding menghormati sebuah benda bersejarah, sehingga Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu pun menebang pohon bersejarah tersebut. Apa sebab beliau menebangnya? Apakah karena di situ terjadi kesyirikan? 

Jawabannya, belum terjadi kesyirikan di situ. Beliau menebangnya hanya karena khawatir jangan sampai pohon itu kelak dijadikan tempat kesyirikan, walaupun orang-orang yang datang ke sana tidak melakukan kejahatan, yang mereka lakukan hanyalah sholat di bawah pohon itu. 

Al-Imam Ibnu Wadhdhah rahimahullah menuturkan: 
“Aku mendengar Isa bin Yunus berkata, Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu memerintahkan untuk memotong pohon yang di bawahnya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dibai’at, maka dipotonglah. Hal itu dilakukan karena orang-orang pergi ke pohon itu untuk sholat di bawahnya, maka beliau khawatir mereka akan ditimpa fitnah (syirik).” 

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 2) 

4. Menyerupai Orang-orang Kafir 
Menyerupai kebiasaan yang sudah menjadi ciri khusus orang kafir bukan hanya termasuk bid’ah, tapi juga termasuk kemaksiatan yang bertentangan dengan maqaashid syar’iyyah (tujuan-tujuan syari’at), karena di antara tujuan syari’at adalah menyelisihi orang-orang kafir, tidak boleh mengikuti agama maupun kebiasaan mereka yang merupakan ciri khusus mereka. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: 

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud)

5. Berlebih-lebihan dalam Penghormatan 
Ghuluw atau berlebih-lebihan dalam menghormati makhluk sampai membuat cara-cara khusus dan mewajibkan perbuatan itu adalah sesuatu yang terlarang dalam Islam, jangankan kepada benda mati, kepada nabi yang kita cintai saja tidak boleh berlebih-lebihan dalam menghormati beliau. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan: 

“Janganlah kalian memujiku berlebih-lebihan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Isa bin Maryam, aku ini hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah hamba Allah dan rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari) 

Juga peringatan beliau: 

“Wahai manusia, jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakan umat terdahulu adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah) 


Tentang Lagu Kebangsaan 
Para ulama yang mengharamkan lagu kebangsaan dan nyanyian apa pun berpendapat bahwa nyanyian, terlebih dengan alat musik, diharamkan dalam Islam berdasarkan firman Allah Ta’ala: 

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman [31]: 6) 

Sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu menjelaskan maksud “perkataan yang tidak berguna” yang dicela oleh Allah Ta’ala dalam ayat di atas, “Maksudnya adalah nyanyian, demi Allah yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia,” beliau mengulangi sumpahnya tiga kali. 

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Penafsiran yang sama juga dikatakan oleh Abdullah bin Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Makhul, ‘Amr bin Syu’aib dan Ali bin Badzimah. Dan berkata Al-Hasan Al-Basri, mengenai turunnya ayat ini “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan,” dalam (mencela) nyanyian dan alat-alat musik (seperti seruling dan semisalnya).” 

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam mencela suatu kaum yang akan menghalalkan benda-benda yang diharamkan: 

“Akan ada nanti segolongan umatku yang menghalalkan zina, sutera (bagi laki-laki diharamkan), khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari) 

Inilah barangkali alasan-alasan para ulama yang tidak mau melakukan hormat bendera dan upacara bendera. Perlu dicermati di sini, alasan pengharaman bukan karena haramnya menghormati bendera, tapi cara yang salah dalam menghormati, terlebih ini hanya masalah duniawi, masing-masing orang berhak menerjemahkan sendiri bagaimana cara menghormati, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama. 

Dan perlu dicatat, belum tentu orang-orang yang mencela pendapat tersebut lebih menghormati negara dibanding orang-orang yang berpendapat demikian, bahkan tidak jarang kita dapati, mereka yang mencela pendapat haram hormat bendera adalah juga orang-orang yang suka menjelek-jelekan dan menjatuhkan wibawa pemerintah di media massa. Sebaliknya, mereka yang berpendapat haram hormat bendera, tidak pernah dan tidak terbersit dalam benak mereka untuk menyebarkan aib-aib pemerintah pada ruang publik, apalagi melakukan demonstrasi yang merupakan kebiasaan orang-orang kafir. 

Hormat bendera dan upacara bendera bukanlah cara mencintai tanah air. Lihatlah para tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka para koruptor pada umumnya akan menyatakan bahwa dirinya cinta tanah air jika anda bertanya kepada mereka apakah mereka mau ikut upacara bendera dan mencintai tanah air. Kalau sudah korupsi, apakah pantas mereka dibilang cinta tanah air setelah ikut upacara bendera? 

Upacara bendera tidak menjamin siswa berkembang sebagai sosok yang mencintai tanah air dan tidak tumbuh menjadi koruptor. Tulisan ini bukanlah provokasi kepada masyarakat agar menjadi pemberontak atau sebagai bentuk dukungan terhadap kelompok-kelompok teroris yang memiliki ideologi pemberontakan terhadap pemerintah kaum muslimin, tetapi hanya sebagai peringatan agar kaum muslimin menyadari mana yang benar dan mana yang salah. 

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46)


Referensi: 
http://nasihatonline.wordpress.com/2011/06/10/menghormati-pendapat-haram-hormat-bendera-upacara-bendera-dan-menyanyikan-lagu-kebangsaan/










Artikel Terkait Fiqih

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...