Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil
Wahhab rahimahullah juga mengatakan bahwa: “Para ‘ulama ijma’ (setelah
menyebutkan bahwa mereka itu tertipu oleh saksi tadi) bahwa mereka itu
murtaddun walaupun mereka itu bodoh akan hal itu karena tertipu oleh saksi
palsu itu”.
Sahabat ijma’ atas kafirnya
mereka, bahkan para sahabat memerangi mereka sampai akhirnya mereka terdesak
dalam peperangan, kemudian datang utusan Buzakhakh kelompok Tulaihah Al Asadiy
kepada Khalifah Abu Bakar untuk meminta damai. Abu Bakar radliyallahu ‘anhu
tidak menerima permintaan damai mereka kecuali dengan syarat-syarat tertenu,
dan di antara syarat yang diutarakan oleh Abu Bakar dan disepakati oleh para
shahabat yang harus mereka terima adalah mereka harus bersaksi bahwa “orang
yang mati di barisan para pengikut Musailamah itu masuk
neraka”. Itulah syarat yang harus mereka terima.
Kisah tersebut merupakan ijma' dari para
sahabat atas kekafiran atau kemurtaddan anshar thaghut Musailamah Al Kadzdzab
dan yang lainnya. Dan dalam kisah itu ada
sekelompok kaum muslimin dalam barisan anshar Musailamah, tapi mereka tidak
cepat bergabung dengan barisan kaum muslimin, padahal ada kemampuan untuk bergabung
karena kekuatan pasukan kaum muslimin yang mendominasi, di antara kelompok itu
adalah Muja’ah Ibnu Murarah. Dia tidak mengingkari Musailamah dan tidak cepat
bergabung dengan pasukan kaum muslimin, dia ada di antara tawanan pasukan
Khalid Ibnul Walid.
Muja’ah mengatakan: “Saya ini muslim dan saya tidak pernah
merubah keyakinan saya”, maka Khalid berkata: “Kamu ini sudah berubah dari
sebelumnya”, Muja’ah mengatakan : “Jika seandainya Musailamah itu nabi palsu
maka itu urusan dia, karena seseorang tidak memikul dosa orang lain”, kemudian
kata Khalid : “Kenapa kamu tidak mengingkari seperti Tsumamah dan Al Yasykuriy
?, jika kamu tidak mampu, lalu kenapa kamu tidak cepat bergabung dengan kami
ketika mendengar pasukan kami datang ?”. Di sini Khalid Ibnu Walid
memperlakukan Muja’ah yang ada di barisan Musailamah sebagai orang kafir dengan
menjadikannya tawanan, padahal Muja’ah tidak mendukungnya dan hanya berada di
barisan Musailamah.
Yang menjadi inti di sini
adalah sikap atau ijma' sahabat atas kekafiran Musailamah dan ansharnya, dan
ketika mengambil perjanjian damai dengan mereka, maka disyaratkan bahwa mereka
harus bersaksi bahwa orang-orang yang mati di antara mereka adalah calon
penghuni neraka.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar