Menanggapi pernyataan Al ‘Abbas
itu, Rasul lalu berkata: “Dhahir kamu di barisan kaum musyrikin memerangi kami,
adapun rahasia bathin kamu maka urusan itu atas Allah, tebus diri kamu dan dua
keponakanmu!”.
Di sini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan Al ‘Abbas sebagai orang kafir
dengan menawannya dan menyuruh Al ‘Abbas untuk menebus dirinya sendiri, padahal
Al ‘Abbas mengatakan bahwa “saya ini dipaksa!”.
Bila saja orang yang berada
di barisan kaum musyrikin untuk memerangi kaum muslimin dengan kondisi dipaksa
adalah diperlakukan sebagaimana halnya orang kafir (secara hukum dunia), maka
apa gerangan dengan orang yang berada dibarisan kaum musyrikin atau di barisan
thaghut tanpa dipaksa tapi penuh ikhlash dan dengan sukarela?, bahkan dengan
cara menyuap agar mereka bisa masuk ke dalam barisannya, mereka mendaftarkan
diri dengan mendatangi setiap Kodim atau Polda untuk menjadi calon anshar
thaghut, dan ketika sudah masuk menjadi anshar thaghut mereka merasa bangga
dengan Korps-nya atau bangga dengan seragamnya..??! maka mereka lebih kafir
lagi…!
Ini adalah nash hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperlakukan Al ‘Abbas sebagai
orang kafir karena berada di barisan kaum musyrikin dalam rangka memerangi kaum
muslimin di Badr, meskipun Al ‘Abbas ini dalam kondisi dipaksa.
Jadi hukum orang yang berada
di barisan kaum musyrikin adalah kafir, sebagaimana juga apa yang menimpa
pasukan yang akan menginvasi Ka’bah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala membenamkan
mereka semuanya mulai dari barisan paling depan hingga paling belakang, Allah
membenamkan mereka semua dengan tanpa memilah-milah antara yang dipaksa dengan
yang tidak atau orang yang sedang musafir dalam perjalanannya dan berpapasan
dengan pasukan mereka, dan dengan tanpa memilah mana orang yang kafir dan mana
orang yang muslim, padahal Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang menyembunyikan
keimanan di antara mereka dan Maha Mampu untuk memisahkan mereka, Rasul
mengatakan tentang kisah ini: “Mereka dibenamkan semuanya dan Allah membangkitkan
berdasarkan niatnya”.
Begitu juga bila seandainya
ada salah seorang dari barisan thaghut itu yang menyembunyikan keimanannya,
namun dia belum berlepas diri dari barisannya karena menunggu suatu moment
tertentu dan waktu yang tepat, maka kaum mujahidin tidak disalahkan bila dia
(orang yang menyembunyikan keimanan itu) tertembak oleh pasukan mujahidin. Jika
saja Allah Maha Kuasa dan Maha Mampu tidak memilah-milah orang yang berada di
barisan kaum musyrikin yang memerangi kaum muslimin, maka apa gerangan dengan
seorang mujahid yang hanya manusia biasa yang tidak mengetahui hal yang ghaib?
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar